Senin, 08 Februari 2016

Berpikir Kritis dalam keperawatan



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari makna berpikir kritis, karakteristik, model berpikir kritis, metode berpikir kritis, elemen berpikir kritis, aspek-aspek berpikir kritis, fungsinya dalam keperawatan, pemecahan masalah dalam berpikir kritis, serta langkah-langkah pemecahannya, komponen berpikir kritis dalam keperawatan dan cara proses pemgambilan keputusn berpikir kritis dalam keperawatan itu sendiri.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita mnjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis juga merupakan suatu teknik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya ataupun layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilian dan analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan. Untuk itu berpikir kritis dalam keperawatan sangatlah penting.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan makna berpikir kritis dalam keperawatan
2.      Bagaimana karakteristik berpikir kritis dalam keperawatan
3.      Seberapa besar pentingnya prinsip berpikir kritis dalam keperawatan
4.      Apa saja model berpikir kritis
5.      Bagaimana metode yang digunakan dalam berpikir kritis
6.      Apa-apa saja yang terkandung dalam elemen berpkikir kritis
7.      Bagaimana aspek-aspek berpikir kritis
8.      Apa saja fungsi berpikir kritis dalam keperawatan
9.      Bagaimana cara dan langkah-langkah dalam memecahkan masalah di dalam berpikir kritis
10.  Apa saja komponen berpikir kritis dalam keperawatan
11.  Bagaimana proses pengambilan keputusan berpikir kritis dalam keperawatan.
C.      Tujuan
1.      Untuk melengkapi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan
2.      Untuk mengetahui apa itu beripikir kritis dalam keperawatan
3.      Untuk mengetahui apa keuntungannya kita melakukan dan mempraktikan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari dalam keperawatan
4.      Untuk mengetahui prinsip berpikir kritis
5.      Untuk mengetahui peranan berpikir kritis dalam dunia kesehatan
6.      Serta untuk mengetahui dan bisa memecahkan masalah dalam berpikir kritis.




BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
PRINSIP BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
A.      BERFIKIR KRITIS/CRITICAL THINKING
1.    Definisi
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi, memilih, menilai, membuat keputusan. Kritein yang berarti to choose, to decide. Krites berarti judge. Criterion (bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan, atau metode. Critical thinking ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, fenomena, pertanyaan atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas. Pengujian ini berdasarkan argumen ilmiah, pengambilan keputusan, dan kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth (1997), berpikir kritis adalah proses kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan keputusan.
Berpikir kritis digunakan perawat untuk beberapa argumen :
a.         Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
b.         Penerapan profesionalisme.
c.         Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam argumen asuhan keperawatan.
d.        Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat dalam menuju keberhasilan dalam berbagai aktifitas.
Berpikir kritis juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Freely mengidentifikasi bahwa berpikir kritis diperlukan guna mengembangkan kemampuan analisa, kritis, dan ide advokasi. Freely mengidentifikasi bahwa berpikir kritis menggunakan kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil keputusan yang tepat didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui berpikir kritis.
Beberapa tahun yang lalu keperawatan memutuskan bahwa berpikir kritis dalam keperawatan penting untuk disosialisasikan. Meskipun ada Literatur yang menjelaskan tentang berpikir kritis tetapi spesifikasi berpikir kritis dalam keperawatan sangat terbatas. Tahun 1997 & 1998 penelitian menegaskan secara lengkap tentang berpikir kritis dalam keperawatan.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasikan atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
B.       Makna Berpikir Kritis
Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis dalam menangani hal tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/ wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya maka akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi, ketidakpastian, kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam budaya yang berbeda dan tidak dikenal seperti satu mungkin terjadi di argumen asing. Ini tumbuh dari kesulitan dalam asimilasi budaya baru, menyebabkan kesulitan dalam mengetahui apa yang sesuai dan apa yang tidak.
Hal ini sering digabungkan dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau estetika) dengan aspek-aspek tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa argumen pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada argumen yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) yang diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/ problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
Ada empat hal pokok dalam berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu :
1.         Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Perawat menggunakan bahasa secara verbal maupun nonverbal dalam mengekspresikan idea, pikiran, informasi, fakta, perasan, keyakinan, dan sikapnya terhadap klien, argumentasi perawat, profesi lain ataupun secara nonverbal pada saat melakukan pendokumentasian keperawatan. Dalam hal ini berfikir kritis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif.
Lima macam penggunaan bahasa dalam konteks berfikir kritis :
a.         Memberikan informasi yang dapat diklarifikasi (informative use of language).
b.        Mengekspresikan perasaan dan sikap (expressive use of language).
c.         Melaksanakan perencanan keperawatan atau ide-ide dalam tindakan keperawatan (directive use of language).
d.        Mengajukan pertanyaan dalam rangka mencari informasi, mengekspresikan keraguan dan keheranan (interrogative use of language).
e.         Mengekspresikan pengandaian (conditional use of language)
2.         Argumentasi dalam keperawatan
Badman (1988) mengemukakan beberapa pengertian argumentasi terkait dengan konsep berfikir dalam keperawatan adalah sebagai berikut:
a.         Berhubungan dengan situasi perdebatan atau pertengkaran (dalam bahasa sehari-hari).
b.        Debat tentang suatu isu.
c.         Upaya untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk berbuat suatu dalam rangka merubah perilaku sehat.
d.        Berhubungan dengan bentuk penjelasan yang rasional dimana memerlukan serangkaian alasan perlunya suatu keyakinan dan pengambilan keputusan atau tindakan.
3.         Pengambilan keputusan
Dalam praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi dimana harus mengambil keputusan dengan tepat. Hal ini dapat terjadi dalam interaksi teman sejawat profesi lain dan terutama dalam penyelesaian masalah manajemen di ruangan.
4.         Penerapan dalam proses keperawatan
a.         Pada tahap pengkajian
Perawat dituntut untuk dapat mengumpulkan data dan memvalidasinya dengan hasil observasi. Perawat harus melaksanakan observasi yang dapat dipercaya dan membedakannya dari data yang tidak sesuai. Hal ini merupakan keterampilan dasar berfikir kritis. Lebih jauh perawat diharapakan dapat mengelola dan mengkategorikan data yang sesuai dan diperlukan. Untuk memiliki keterampilan ini, perawat harus memiliki kemampuan dalam mensintesa dan menggunakan ilmu-ilmu seperti biomedik, ilmu dasar keperawatan, ilmu perilaku, dan ilmu social.
b.        Perumusan argumen keperawatan
Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal. Dimana perawat dapat menentukan masalah yang benar-benar dirasakan klien, berikut argumentasinya secara rasional. Semakin perawat terlatih untuk berfikir kritis, maka ia akan semakin tajam dalam menentukan masalah atau diagnose keperawatan klien, baik diagnose keperawatan yang sifatnya possible, resiko, ataupun actual. Berfikir kritis memerlukan konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam perumusan diagnose, karena taksonomi diagnose keperawatan pada dasarnya adalah suatu konsep (Nanda, 1998).
c.         Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana keperawatan, perawat menggunakan pengetahuan dan alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan keterampilan lain dalam berfikir kritis, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Untuk hal ini dibutuhkan kemampuan perawat dalam mensintesa ilmu-ilmu yang dimiliki baik psikologi, fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat memilih tindakan keperawatan yang tepat berikut alasannya. Kemudian diperlukan pula keterampilan dalam membuat hipotesa bahwa tindakan keperawatan yang dipilih akan memecahkan masalah klien dan dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan
d.        Implementasi keperawatan
Pada tahap ini  perawat menerapkan ilmu yang dimiliki terhadap situasi nyata yang dialami klien. Dalam metode berfikir ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan adalah keterampilan dalam menguji hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan suatu tindakan nyata yang dapat menentukan apakah perawat dapat berhasil mencapai tujuan atau tidak.

e.         Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji sejauh mana efektifitas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat mencapai tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar klien. Pada proses evaluasi, argumen prosedur berfikir kritis sangat memegang peranan penting karena pada fase ini perawat harus dapat mengambil keputusan apakah semua kebutuhan dasar klien terpenuhi, apakah diperlukan tindakan modifikasi untuk memecahkan masalah klien, atau bahkan harus mengulang penilaian terhadap tahap perumusan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam penerapan pembelajaran berpikir kritis di pendidikan keperawatan, dapat digunakan tiga model, yaitu : feeling, model, vision model, dan examine model yaitu sebagai berikut:
a.         Feeling Model
Model ini menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan, dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk, dan perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
b.        Vision Model
Model ini digunakan untuk membangkitkan pola argumen, mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien. Berpikir kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
c.         Examine Model
Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat menguji ide dengan bantuan argumentasi yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, menguji, melihat, konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan, dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.
Ada empat bentuk argumen berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas informal, aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, argumen berpikir kritis adalah untuk menganalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti, menilai kesimpulan, membedakan antara baik dan buruknya argumentasi serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.
C.      Karakteristik Berpikir Kritis
Karakteristik berpikir kritis adalah :
1.      Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi argumen simbol dan disimpan dalam otak.
2.      Rasional dan beralasan
Artinya argument yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
3.      Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
4.      Bagian dari suatu sikap
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk argumentasi yang lain.
5.      Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
6.      Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
7.      Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan argumentasi solusi tindakan yang akan diambil.
Wade (1995) mengidentifikasi  delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
a.     Kegiatan merumuskan pertanyaan
b.    Membatasi permasalahan
c.     Menguji data-data
d.    Menganalisis berbagai pendapat
e.     Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
f.     Menghindari penyederhanaan berlebihan
g.    Mempertimbangkan berbagai interpretasi
h.    Mentolerasi ambiguitas
D.      Model Berfikir Kritis
Sebelum melanjutkan lebih jauh, kita perlu mencoba untuk menemukan jalan yang membantu pelajar pemula untuk belajar tentang berpikir kritis dan termasuk perkembangan model berpikir kritis yang menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi berpikir yang ditemukan di literature. Costa and Colleagues (1985). Menurut Costa and Colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
a.     Remembering (Mengingat)
b.    Repeating (Mengulang)
c.     Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
d.    Reorganizing (Reorganisasi)
e.     Relating (Berhubungan)
f.     Reflecting (Memantulkan/merenungkan)
Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan. Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity, Knowing How You Think.
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk mempelajari asumsi yang menggarisbawahi pendekatan lima model tersebut. Asumsi berpikir kritis adalah komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan dan berkerja bersama dengan keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir kritis, yaitu sebagai berikut.
Asumsi pertama adalah berpikir, merasa, dan keahlian mengerjakan seluruh komponen esensial dalam keperawatan dengan bekerja sama dan saling berhubungan. Berfikir kritis melibatkan pikiran, perasaan, dan bekerja yang ketiganya merupakan keseluruhan komponen penting bagi perawat argumentasi yang berkerja bersama-sama berpikir tanpa bekerja adalah sia-sia, bekerja tanpa perasaan adalah hal yang sangat tidak mungkin, pengenalan nilai-nilai keterkaitan antara pikiran, perasaan, dan berkerja merupakan tahap penting dalam memulai praktik argumentasi.
Berpikir tanpa mengerjakan adalah suatu kesia-siaan. Mengerjakan sesuatu tanpa berpikir adalah membahayakan. Dan berpikir atau mengerjakan sesuatu tanpa perasaan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Perasaan, diketahui sebagai status afektive yang mempengaruhi berpikir dan mengerjakan dan harus dipertimbangkan saat belajar berpikir dan menyimpulkan sesuatu. Pengakuan atas 3 hal (Thinking, Feeling, and Doing) mengawali langkah praktek professional ke depan.
Asumsi yang kedua mengakui bahwa berpikir, merasakan, dan mengerjakan tidak bisa dipisahkan dari kenyataan praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari dengan mendiskusikan secara terpisah mengenai ketiga hal tersebut. Meliputi belajar mengidentifikasi, menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan dalam berpikir, merasa dan mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan bekerja adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada praktek keperawatan, tetapi dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk proses pembelajaran.
Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan perawat pelajar bukan papan kosong, mereka dalam dunia keperawatan dengan berbagai macam keahlian berpikir. Model yang membuat berpikir kritis dalam keperawatan meningkat. Oleh karena itu bukan merupakan suatu kesungguhan yang asing jika mereka menggunakan model sama yang digunakan setiap hari. Berpikir kritis dalam keperawatan bukan sesuatu yang asing, karena sebenarnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi yang keempat yang mempertinggi berpikir adalah sengaja berbuat sesuai dengan pikiran dan yang sudah dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari melalui bacaan. Para pembaca dapat belajar bagaimana cara meningkatkan kemampuan berpikirnya.
Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan perawat menemukan kesulitan untuk mengambarkan keahlian mereka berpikir. Sebagian orang jarang bertanya “bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu yang ditanyakan adalah “apa yang kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara berpikir secara sistematis dan efektif.
Asumsi yang keenam bahwa berpikir kritis dalam keperawatan merupakan gabungan dari beberapa aktivitas berpikir yang bersatu dalam konteks situasi dimana berpikir dituangkan. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah campuran dari beberapa aktifitas berpikir yang berhubungan dengan konteks dan situasi dimana proses berpikir itu terjadi.
1.         Total Recall (T)
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di dalam kelas, informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau orang lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang mempunyai pengetahuan sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan pengetahuan yang minimal tetapi kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah keperawatan.
Contoh pertanyaan Total Recall:
a.         Berapa nomor telepon STIKIM?
b.        Dimana alamat STIKIM?
c.         Berapa Hemoglobin Tn A 2 jam post operasi?
d.        Berapa Trombosit Tn. B dengan DHF?

Yang perlu dipelajari :
a.         Bagaimana menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat dan cepat?
b.        Bagaimana data tersebut dapat kita ungkapkan setiap saat?
c.         Berapa banyak data yang bisa kita simpan?
d.        Bagaimana rumus/kunci menghafal untuk meningkatkan memori?
2.      Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh : pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.

Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat jantung (CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Yang perlu dipelajari :
a.         Bagaimana sesuatu menjadi sesuatu kebiasaan?
b.        Mengapa suatu aktivitas berguna?
c.         Cara apa yang terbaik untuk mengembangkan kebiasaan?
3.      Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan (I)
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam dan mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut “Mendesak”. Hal ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang menyebabkan, keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya, tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry.
Inquiry bisa diwujudkan melalui :
a.         Melihat sesuatu (menerima informasi)
b.        Mendapatkan kesimpulan awal
c.         Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
d.        Mengumpulkan data atau informasi mendekati masalah utama
e.         Membandingkan informasi baru dengan yang sudah diketahui
f.         Menggunakan pertanyaan netral
g.        Menemukan satu atau lebih kesimpulan
h.        Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi.
Contoh :
Pukul 3 pagi, perawat melihat lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat mendekati pasien dan menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar anda masih menyala, apa yang anda lakukan? Ada yang bisa saya bantu?” Tn. X tersenyum dan menjawab “saya baik-baik saja.” Perawat mengobservasi dan menemukan tissue di lantai dan melihat bahwa mata Tn.X merah dan bengkak. Dari kasus tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4 kesimpulan), yaitu :
a.         Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam tersebut dan mata klien merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat alergi.
b.        Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar karena rasa bosan. Sehingga mata terlihat merah dan bengkak.
c.         Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara kepada siapapun tentang masalahnya.
d.        Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana untuk minta bantuan kepada orang lain.
Disini peran perawat adalah memvalidasi : “Anda bicara kalau anda baik-baik saja, tetapi saya melihat mata anda merah dan bengkak” Kemudian bandingkan dengan informasi yang diperoleh teman kita. Yang perlu dipelajari:
Apakah kita mendapat jawaban yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan kita membandingkan jawaban yang kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada perbedaan?
4.      New Ideas and Creativity (N)
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang khusus bagi individu. Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu selama hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma. Seperti Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif merupakan kebalikan dan akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang akan terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk menghemat waktu perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu sama lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda, keluar-masuk ke ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun meskipun perawat mengulangi kata-kata yang sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
Ketika dalam komunikasi kita berpikir, kebanyakan orang berpikiran bahwa berbicara kepada orang lain merupakan cara standar untuk membesarkan hati melalui komunikasi. Jadi hal tersebut yang sebagian perawat lakukan, kecuali Ella (contoh). Suatu hari Ella berlutut di depan kursi roda Yudi dan merangkulnya. Memandang Yudi dan dengan senyum yang lebar mengajaknya bernyanyi. Apa yang terjadi? Yudi menyanyi. Tidak hanya menyanyi tetapi juga mempunyai suara seperti penyanyi bangsa Irlandia.
Sekarang apa yang dapat kita pikirkan dari cerita tersebut? Kebanyakan perawat memahami komunikasi terapeutik yang mereka pelajari dari buku. Pendekatan verbal untuk komunikasi terapeutik bisa dilakukan dengan kebanyakan klien. Ella, meskipun mengembangkan komunikasi dengan cara sentuhan dan menyanyi hal tersebut kreativitas yang dimiliki yang tidak disebutkan dalam literature.
Yang perlu dipelajari :
a.         Bagaimana perasaan anda jika mempunyai ide baru atau kreativitas baru?
b.        Berapa lama dalam sehari anda berkreativitas?
c.         Berapa lama dalam seminggu?
d.        Apa yang membuat berbahaya dari bertindak kreatif?
5.      Knowing How You Think/Mengetahui apa yang kamu fikirkan? (K)
Knowing How You Think  merupakan yang terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari model T.H.I.N.K. yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir disebut “metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan” dan cognition berarti “Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir.
Yang perlu dipelajari :
b.        Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua orang)
c.         Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
d.        Satu argumen mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena ada kosakata special dari akhir analisis yang perlu menggambarkan bagaimana berpikir.
E.       Metode Berfikir Kritis
Freely mengidentifikasi 7 metode critical thinking
1.         Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi
2.         Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan
3.         Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing mengemukakan pendapatnya.
4.         Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua bentuk persuasi
5.         Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi massa pendengar
6.         Coercion : mengancam atau menggunakan kekuatan dalam berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak
7.         Kombinasi beberapa metode
F.       Elemen Berfikir Kritis
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah, keperawatan serta argumen yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis.
Elemen berpikir kritis antara lain:
1.         Menentukan tujuan
2.         Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3.         Menujukan bukti
4.         Menganalisis konsep
5.         Asumsi
Perspektif yang digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian Kriteria elemen terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan. 
G.      Aspek-Aspek Berfikir Kritis
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa aspek:
1.         Relevance 
Relevansi ( keterkaitan ) dari pernyataan yang dikemukan. 
2.         Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
3.         Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide orang lain.
4.         Outside material
Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan.
5.         Ambiguity clarified
Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
6.         Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, argumen pandangan serta mencari data baru dari informasi yang berhasil dikumpulkan.
7.         Justification
Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.

H.      Fungsi Berpikir Kritis dalam Keperawatan
Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam keperawatan adalah sebagai berikut :
1)        Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas keperawatan sehari-hari.
2)        Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
3)        Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
4)        Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan.
5)        Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan.
6)        Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
7)        Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam keperawatan.
8)        Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan.
9)        Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas keperawatan.
10)    Memberikan argumen alasan yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan yang dilakukan.
11)    Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan.
12)    Mencari argumen alasan argumen, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai keputusan.
13)    Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan keperawatan.

I.         Pemecahan Masalah Dalam Berfikir Kritis
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”.  Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.
J.        Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
Langkah- langkah Pemecahan Masalah, yaitu:
1.         Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi.
2.         Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
3.         Mengolah fakta dan data.
4.         Menentukan beberapa argumentasi pemecahan masalah.
5.         Memilih cara pemecahan dari argumentasi yang dipilih.
6.         Memutuskan tindakan yang akan diambil.
7.         Evaluasi.
K.      Karakter Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas. Ini dapat diartikan bahwa awal munculnya kreativitas adalah karena secara kritis kita melihat fenomena-fenomena yang kita lihat dengar dan rasakan maka akan tampak permasalahan yang kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif. Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1.         Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap argumen, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2.         Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah argumentasi. Untuk sampai argumen sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumentasi dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai argumentasi yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi harus berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3.         Argumen
Argumen merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau berdasarkan data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal sepertikegiatan pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumentasi.
4.         Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5.         Sudut pandang
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6.         Prosedur Penerapan Kriteria
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan argumentasi. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil.
Langkah-langkah dalam berpikir kritis, yaitu:
a.         Mengenali masalah (defining and clarifying problem) meliputi mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih informasi yang relevan, merumuskan masalah.
b.        Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun opini, mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan emosi maupun salah penafsiran kalimat, mengenali kemungkinan perbedaan orientasi nilai dan argumen.
c.         Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali data-data yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan/ pemecahan masalah/ kesimpulan yang diambil.

L.       KOMPONEN BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
1.         Pengetahuan dasar yang spesifik
2.         Pengalaman dalam keperawatan
3.         Kompetensi berpikir kritis
a.         Kompetensi umum
b.        Kompetensi spesifik dalam praktik klinik
c.         Kompetensi spesifik dalam keperawatan
4.         Sikap-sikap dalam berpikir kritis
a.         Mandiri
b.        Rendah hati
c.         Berani mengambil resiko
d.        Keutuhan (jujur, adil, disiplin, kreatif, percaya diri, rasa ingin tahu, bertanggung jawab)
e.         Tekun
f.         Empati
g.        Tanpa prasangka
h.        Eksplorasi pikiran dan perasaan
5.         Standar/ karakteristik berpikir kritis
a.         Standar Intelektual
·           Rasional (jelas, relevan, masuk akal, logis)
·           Reflektif (tepat, akurat, konsisten)
·           Menyelidik (luas, spesifik)
·           Otonomi berpikir
·           Terbuka (adekuat, adil)
·           Megevaluasi (lengkap)
·           kreatif
b.        Standar profesional
·           Kode etik perawat indonesia
·           Standar praktik profesional
·           Standar kinerja profesional

M.     PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
Keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan  keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posis iklinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambi lkeputusan yang efektif, baik sebaga ipelaksana/staf maupun sebagai pemimpin.
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah  dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapa iantujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
1.         Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
2.         Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada sistematika tertentu :
a.         Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
b.        Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c.         Falsafah yang dianut organisasi.
d.        Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
3.         Masalah harus diketahui dengan jelas.
4.         Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
5.         Keputusan yang baik adalah keputusanyang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.












BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah ke sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan kata bukan pikiran.
Berpikir kritis dalam keperawatan adalah komersial untuk keperawatan profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
B.       Saran
Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat. 







DAFTAR PUSTAKA
http://rhanoanakke3.blogspot.com/2012/11/konsep-berfikir-kritis.html
Maryam, Siti R.2008.Buku Ajar Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar