BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Komunikasi merupakan proses yang
sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama
dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Untuk itu perawat memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual,
tekhnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih
sayang / cinta.
Untuk
mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-
basa di dalam tubuh. Keseimbangan ini dipertahankan oleh asupan, distribusi dan
haluan air dan elektrolit serta pengaturan komponen- komponen tersebut oleh
sistem renal dan paru (Potter dan Perry,
2006).
Dampak
negatif dari pemasangan infus pembengkakkan, pendarahan, jika jarum infus tidak
steril bisa terjadi kemerah-merahan dan elergi, pasien yang dehitrasi bisa
pecah pembuluh darahnya.
Dalam makalah ini akan membahas
materi tentang prinsip dan tekhnik komunikasi pada setiap tahap asuhan
keperawatan dalam setiap pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit dan darah.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Mahasiswa belum mengetahui cairan
elektrolit tubuh?
2.
Mahasiswa belum mengetahui pergerakan
cairan dan elektrolit tubuh?
3.
Mahasiswa belum di mengetahui pengaturan
keseimbangan cairan?
4.
Mahasiswa belum mengetahui asuhan
keperawatan klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit?
5.
Mahasiswa belum mengetahui perencanaan
dan implementasi?
6.
Mahasiswa belum mengetahui Keseimbangan
Cairan Dan Elektrolit?
7.
Mahasiswa belum mengetahui definisi Transfusi Darah?
8.
Mahasiswa belum mengetahui Jenis Transfusi Darah?
9.
Mahasiswa belum mengetahui Prinsip- Prinsip Komunikasi Teraupetik?
10. Mahasiswa
belum mengetahui Hubungan Tarapeitik?
11. Mahasiswa
belum mengetahui Tahap-Tahap
Hubungan Terapeutik?
1.3
TUJUAN
1.
Mahasiswa telah mengetahui cairan elektrolit
tubuh
2.
Mahasiswa telah mengetahui pergerakan
cairan dan elektrolit tubuh
3.
Mahasiswa telah mengetahui pengaturan
keseimbang cairan
4.
Mahasiswa telah mengetahui asuhan
keperawatan klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit
5.
Mahasiswa telah mengetahui perencanaan
dan implementasi
6.
Mahasiswa telah mengetahui Keseimbangan
Cairan Dan Elektrolit
7.
Mahasiswa telah mengetahui definisi Transfusi
Darah
8.
Mahasiswa telah mengetahui Jenis
Transfusi Darah
9.
Mahasiswa telah mengetahui Prinsip-
Prinsip Komunikasi Teraupetik
10. Mahasiswa
telah mengetahui Hubungan Teraupetik
11. Mahasiswa
telah mengetahui Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik
1.4
METODE
Pengambilan
bahan materi ini menggunakan metode studi pustaka dengan cara membaca buku-buku
yang berkaitan dengan materi ini, kemudian dengan menggunakan media elektronik
yaitu internet sebagai pendukung dari studi pustaka yang telah di lakukan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH (Wahid
dan Nurul, 2007)
Air
tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh yaitu:
1.
Cairan intraselular (CIS). CIS adalah
cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan menyusun sekitar 70% dari total cairan
tubuh. CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel.
2.
cairan ekstraselular (CES). CES merupakan
cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun sekitar 30% dari total cairan
tubuh. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta
mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah
antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah anion dan kation.
2.2 PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
TUBUH
Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam tiga
tahap. Pertama, plasma darah bergerak di seluruh tubuh melalui sistem
sirkulasi. Kedua, cairan interstisial dan komponennya bergerak di antara
kapiler darah dan sel. Ketiga, cairan dan substansi bergerak dari cairan
interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh
berlangsung dalam tiga proses, yaitu :
difusi adalah pepindahan larutan dari area
berkonsentrasi tinggi menuju area berkonsentrasi rendah dengan melintasi
membran semipermiabel. Pada proses ini , cairan dan elektrolit masuk melintasi
membran yang memisahkan dua kompartemen
sehingga konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang.kecepatan difusi di
pengaruhi oleh tiga hal,yakni ukuran molekul,konsentrasi larutan,temperatur
larutan.
Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membran
semipermiabel dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi
tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi membran untuk mengencerkan larutan
yang berkonsentrasi tinggi sampai di peroleh keseimbangan pada kedua sisi
membran.
Transpor aktif adalah proses pengangkutan yang di
gunakan oleh molekul untuk berpindah melintasi membran sel melawan gradien
konsentrasinya. Dengan kata lain, transpor aktif adalah gerakan partikel dari
konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandng tingkatannya.
2.3 PENGATURAN KESEIMBANGAN CAIRAN
Pengaturan
keseimbangan terjadi melalui mekanisme haus,hormon antidiuretik (ADH),hormon
aldosteron,prostaglandin,dan glukokortikoid.
1. Rasa
haus adalah keinginan yang di sadari
terhadap kebutuhan cairan .rasa haus biasnya muncul apabila
osmolalitas plasma mencapai 295mOsm/kg.osmoresepto yang terletak di pusat rasa
haus hipotalamus sensitif terhadap perubahan osmolalitas pada cairan
ekstrasel.bila osmolalitas meningkat ,sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus
akan muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut: penurunan
perfusi ginjal merangsang pelepasan renin,yang akhirnya menghasilkan
angiotensin II .angiotensin II merangsang hipotalamus untuk melepaskan subtrat
neuron yang bertanggung jawab meneruskan sensasi haus.
2. Osmoreseptor
dinhipitalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan mengaktivasi jaringan
saraf sehingga menghasilkan sensasi haus. Rasa dapat di induksi oleh kekeringan
lokal pada mulut akibat status hiperrosmolar.selain itu,rasa haus juga muncul
untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat penirunan saliva.
3. Hormon
ADH di bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis pada hipofisis
posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan
penurunan cairan ekstrasel.
4. Hormon
aldosteron ini disekresi oleh kelenjar
adrenal dan bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi
natrium.retensi natrium mengakibatkan retensi air.
5. Prostaglandin
merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyag jaringan dan berperan dalam
respons radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas
gastrointestinal.
6. Glukokortikoid
meningkatkan resorpsi natrium dan air sehingga memperbesar volume darah dan
mengakibatkan retensi natrium.
Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500
ml/hari. Sedangkan haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan
dapat terjadi melalui beberapa organ, yakni :
Kulit, pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh
kerja saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar keringat.
Paru-paru, meningkatnya jumlah cairan yang keluar
melalui paru merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan
kedalamannapas karena pergerakan atau kondisi demam.
Pencernaan, dalam kondisi normal, jumlah cairan yang
hilang melalui sistem pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml.
Ginjal merupakan organ pengekskresi cairan yang
utama pada tubuh.
Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia berlangsung
dalam tiga cara, pertama melalui insensible water loss (IWL). Pada proses ini,
cairan keluar melalui penguapan di paru-paru. Kedua melalui noticeable water
loss(NWL), cairandiekskesikan melalui keringat. Ketiga melalui feses, tetapi
dalam jumlah yang sangat sedikit. Ginjal merupakan organ pengatur keseimbangan
cairan yang utama. Setiap harinya, ginjal menerima hampir 170 liter darah untuk disaring menjadi urine.
2.4 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBETUHAN CAIRAN
DAN ELEKTROLIT
2.4.1
Riwayat
keperawatan
Pengkajian
riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang berisiko mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi:
1.Asupan
cairan dan makanan (oral dan parenteral),haluaran cairan
2.Tanda
dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homoestasis cairan dan elektrolit
4.
Pengobatan tertentu yang tengah di
jalani yang dapat mengganggu status cairan
5.
Status perkembangan(usia atau kondisi sosial)
6.
Faktor psikologis(perilaku emosional)
2.4.2
Pengukuran
Klinis
Pengukuran klinis
sederhana yang dapat perawat
lakukan tanpa instruksi dari dokter
adalah pengukuran tanda – tanda
vital ,penimbangan berat badan , serta pengukuran asupan dan haluaran
cairan .
1. Berat
badan . Pengukuran berat badan dilakukan di saat yang sama dengan menggunakan pakaian yang
beratnya sama .Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara dengan
penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.
2. Tanda-tanda
vital.Perubahan tanda-tanda vital(suhu , nadi ,pernapasan,dan tekanan darah
serta tingkat kesadaran (bisa menandakan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit).
3. Asupan
cairan . Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral),cairan
parenteral(obat-obat intravena ), makanan yang mengandung air, irigasi kateter.
4. Haluaran
cairan . Haluaran Cairan meliputi urine
(volume, kepekatan), feses(jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
5. Status
hidrasi.Status hidrasi meliputi adanya edema ,rasa haus yang
berlebihan,kekeringan pada membran mukosa.
6. Proses
penyakit .Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit (misalnya, diabetes melitus, kanker,luka bakar, hematemesis, dll).
7. Riwayat
pengobatan obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit(misalnya,steroid,diuretik,dialisis).
2.5
PERENCANAAN
DAN IMPLEMENTASI
Berdasarkan
NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk masalah
gangguan pemenuhan gangguan
cairan dan elektrolit
meliputi lima giagnosis.
Secara umum,
tujuan intervensi keperawatan
untuk masalah cairan dan elektrolit meliputi
mempertahankam keseimbangan asupan
dan haluran cairan,
mengoreksi defisit volume
cairan dan elektrolit, mengurangi overload,
mempertahankan berat jenis
urine dalam batas
normal, menunjukan perilaku yang
dapat meningkatkan keseimbangan
cairan elektrolit dan
asam – basa, serta menvegah komplikasi
akibat pemberian terapi.
2.5.1
Kekurangan Volume
Cairan
Yang berhubungan
dengan Kekurangan volume cairan
adalah:
1. Haluaran urine
yang berlebihan (mis., diabetes insipidus )
2. Pengeluaran cairan
sekunder akibat demam, drainase yang
abnormal, peritonitis, atau diare
3. Mual
/ muntah
4. Kesulitan menelan
atau minum sendiri, sekunder akibat
sakit tenggorokan, kelelahan
5. Asupan
cairan yang kurang
saat berolahraga atau
karena kondisi cuaca
6. Penggunaan laksatif
dan dieretik yang
berlebihan
1)
Kriteria hasil
1. Klien akan
mempartahankan berat jenis
urine dalam rentang
normal IndikatorMeningkatkan
asupan cairan hingga
jumlah tertentu, sesuai dengan
usia dan kebutuhan
metabolik
2. Mengidentifikasi faktor
resiko defisit cairan
dan menjelaskan perlunya
meningkatkan asupan cairan
sesuai indikasi
3. Tidak mempelihatkan
tanda dan gejala
dehidrasi
2)
Intervensi umum
1. Kaji faktor
penyebab (mis., ketikmampuan untuk
minum sendiri, gangguan menelan, sakit tenggorokan, asupan cairan
yang kurang sebelum berolahraga, kurang pengetahuan, atau tidak suka
dengan minuman yang
tersedia )
2. Kaji
pemahaman klien tentang
perlunya mempartahankan hidrasi
yang adekuat serta
metode untuk memenuhi
asupan cairan
3. Kaji minuman
yang disukai dan
tidak disukai klien
dan rencanakan pemberian
asupan cesara bertahap
(mis., 1000 ml di siang hari, 800
ml din sore hari, dan 300ml
di malam hari )
4. Bila klien
mengalami sakit tenggorokan, tawarkan minuman
yang hangat atau
dingin; pertimbangkan pemberian es
5. Bila klien
sangat lelah atau
lemah, anjurkan klien untuk
beristirahat sebelum makan
dan berikan cairan
dalam jumlah sedikit
tetapi sering
6. Anjurkan klien
membuat buku catatan
yang berisi asupan
cairan, haluaran urine, dan berat
badan harian, Pantau asupan
cairan klien ( minimal
2000 ml cairan oral per hari ), Pantau hakuaran
urine klien ( minimal
1000 – 1500 ml per hari ), Timbang badan
setiap hari di waktu
yang sama dan
dengan pakaian yang
sama. Penurunan berat badan
2% - 4% ( dehidrasi ringan ), 5%
- 9% (dehidrasi sedang )
7. Pantau BUN, osmolalitas, dan elektrolit
serum dan urine, kadar
kreatinin, hematokrit, dan
hemoglobin
8. Jelaskan bahwa
kopi, teh, dan jus merupakan
dieretik yang bisa
menyebabkan kehilangan cairan
9. Pertimbangkan
n jenis obat – obatan serta
kondisi lain yang
bisa menyebabkan kehilangan
cairan berlebih (mis.,
pemberian diuretik, muntah, diare, demam
)
10. Lakukan penyuluhan
kesehatan sesuai indikasi
11. Bagi para
olahragawan, tekankan
pentingnya hidrasi yang
adekuat sebelum dan
selama berolahraga
3)
Kolaborasi
Kolaborasikan
dengan dokter untuk
pembarian terapi intravena
4)
Rasional
Kondisi
dehidrasi dapat meningkatkan
laju filtrasi glomerulus. Akibatnya, haluaran urine
tidak dapat membersihkan
limbah secara adekuat
sehingga kadar BUN
dan elektrolit meningkat
Pengukuran
berat badan yang
akurat dapat mendeteksi
kehilangan cairan
Untuk
memantau berat badan
secara efektif, penimbangan harus
dilakukan di saat yang
sama dengan mengenakan
pakian yang beratnya
hampir sama
Konsumsi
gula, alkohol, kafein dalam jumlah
besar dapat meningkatkan
produksi urine dan
menyebabkan dehidrasi
2.5.2
Kelebihan Volume
Cairan
Yang berhubungan
dengan Kelebihan volume cairan:
1. Gangguan mekanisme
regulator, sekunder akibat gagal
ginjal, ab-normalitas dan metabolik, disfungsi endokri, lipedema
2. Retensi natrium
dan air, sekunder akibat
terapi kortikosteroid
3. Asupan natrium / air
yang berlebihan
4. Asupan protein
yang rendah (diet, malnutrisi )
5. Bendungan vena
dependen / statis vena, sekunder
akibat imobilitas, berdiri atau
duduk terlalu lama, pemasangan gips
1)
Kriteria hasil
Klien akan
memperlihatkan berkurangnya edema ( sebutkan areanya )
2)
Indikator
Menjelaskan faktor – faktor penyebabnya
Menjelaskan metode
pencegahan edema
3)
Intervensi umum
1. Identifikasi faktor
penyebab ( kelebihan asupan natrium, asupan protein
yang tidak adekuat, statis vena, imobilitas, kurang pengetahuan, dll )
2. Catat asupan
makanan dan cairan
setiap hari dan
setiap minggu; kaji keadekuatan
asupan protein dan
natrium
3. Buat menu
mingguan yang memenuhi
kebutuhan protrein dengan
biaya yang terjangkau
oleh klien
4. Kurangi asupan
garam; pertimbangan
penggunaan garam pengganti
5. Kaji adanya
statis vena atau
bendungan vena
6. Anjurkan klien
untuk melakukan aktivitas horizontal ( meninggikan kaki)
dan aktivitas vertikal
( berdiri ) secara bergantian; hindari menyilangkan
kaki
7. Letakkan ekstremitas
yang edema lebih
tinggi dari jantung
( kecuali ada kontraindikasi )
8. Lakukan prosedur
keperawatan ( mis., mengukur tekanan
darah, memberikan cairan IV ) pada
ekstremitas yang tidak
mengalami edema
9. Kurangi kontruksi
pembuluh darah; hindari mengenakan
stocking setinggi
lutut, pertimbangkan
penggunakan stocking antiembolisme
10. Periksa ekstremitas
secara sering untuk
melihat keadekuatan sirkulasi
dan adanya tanda – tanda
area konstriksi
11. Pada klien
imobilitas, rencanakan
latihan RPS aktif
atau pasif untuk
semua ekstremitas setiap
4jam, termasuk dorsofleksi kaki
guna me-masase vena
12. Ubah posisi
individu sedikitnya setiap 2jam
dengan empat posisi ( miring kanan, miring
kiri, telentang, telungkup ), jika
tidak ada kontraindikasi
13. Berikan penjelasan
verbal dan tertulis
tentang obat – obatan yang
digunakan, terutama obat –
obatan yang memengaruhi
keseimbangan cairan ( mis., diuretik, steoid )
14. Pada klien
yang mengalami edema
berat, timbang berat badan
setiap pagi dan
malam hari, dan buat
catatannya
15. Ingatkan klien
untuk segara menghubungi
dokter jika tejadi
edema / penambahan berat badan
yang berlebihan ( >1kg / hari ) karena
hal ini bisa
mengindikasikan masalah jantung
dini
4)
Rasional
1. Edema menghambat
aliran darah menuju
jaringan, akibatnya nutrisi sel
menjadi buruk dan
kerentanan terhadap cadera
meningkat
2. Asupan natrium
yang tinggi menyebabkan
retensi cairan. Makanan yang
tinggi natrium antara
lain kudapan asin, keju
cheddar, acar, kecap, MSG, sayuran kaleng, mustard. Beberapa obat
bebas, seperti antasida, juga tinggi
natrium
3. Kortikosteroid mengandung
unsur glukortikoid dan
mineralokortikoid yang meningkatkan
reabsorbsi natrium dan
ekskresi kalium di tubulus
ginjal. Retensi natrium menyebabkan
peningkatan volume cairan
ekstrasesular dengan mencegah
ekskresi cairan
4.
Edema
terjadi setelah cairan
ekstraselular yang meningkat
memasuki ruang interstisial
dan darah sehingga
volume cairan interstisial
dan darah meningkat.
5. Infus intravena
2.5.3
PENENTUAN ARAE
INFUS
Secara umum,
penginfusan dapat dilakukan
pada vena lengan ( vena sefalika, basilika, dan mediana
kubiti ), vena tungkai ( vena
safena , atau vena di daerah
kepala ( vena temporalis
frontalis ). Pada individu dewasa, infus
biasanya dipasang didaerah
lengan atas, tangan, dan kaki. Sedangkan pada
bayi, infus dipasang pada
daerah kepala.
2.5.4
Prosedur pemasangan
infus
Alat dan
bahan
1. Standar infus
2. Set infus
3. Cairan sesuai
program medik
4. Jarum infus
dengan ukuran yang
sesuai
5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alkohol
8. Plester
9. Gunting
10. Kasa steril
11. Betadin
12. Sarung tangan
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur
yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan
dan infus set
dengan memasukkan ke bagian
karet atau akses
seang ke botol infus
4. Isi cairan
ke dalam set infus
dengan menekan ruang tetesan
hingga terisi sebagian
dan buka klem
slang hingga cairan
memenuhi slang dan
udara slang keluar
5. Letakkan pengalas
di bawah tempat
( vena yang akan
dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan
denga torniket ( karet
pembendung ) 10 – 12 cm di ats
tempat penusukan dan
anjurka pasien untuk
menggenggam dengan gerakan
sirkular ( bila sadar )
7. Gunakan sarung
tangan steril
8. Desinfeksi daerah
yang akan ditusuk
denagn kapas alkohol
9. Lakukan penusukan
pada vena dengan
meletakkan ibu jari
di bagian bawah vena
dan posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
10. Perhatikan keluarnya
darah melalui jarum
( abocath / surflo ). Apabila
saat penusukan terjadi
pengeluaran darah melalui
jarum ( abocath / sorflo )maka
tarik keluar bagian
dalam ( jarum sambil
meneruskan tusukan ke dalam
vena
11. Setelah jarum
infus bagian dalam
dilepaskan / keluarkan, tahan bagian atas
vena dengan menekan
menggunakan jari tangan
agar darah tidak
keluar. Kemudian bagian infus
dihubungakan dengan selang infus
12. Buka pengatur
tetesan dan atur
kecepatan sesuai dengan
dosis yang diberikan
13. Lakukan fiksasi
dengan kasa steril
14. Tuliskan tanggal
dan waktu pemasangan
infus serta catat
ukuran jarum
15. Lepaskan sarung
tangan dan cuci
tangan
16. Catat jenis
cairan, letak infus,
kecepatan aliran, ukuran, dan tipe
jarum infus
2.5.5
Pengaturan tetesan
infus
Tetesan infus
diatur sesuai program
pengobatan, tidak boleh terlalu
cepat atau terlalu
lambat. Ada dua metode
yang digunakan untuk
menghitung jumlah tetetas, yakni :
1. Jumlah mililiter / jam yang
digunakan untuk menghitung
jumlah tetesan, yakni volume
cairan yang harus di berikan (ml) dengan lamanya pemberian (jam).
2. Tetesan/menit,
jumlah tetesan di hitung dengan mengalikan jumlah cairan yang di butuhkan (ml)
dengan faktor tetes, kemudian membaginya dengan lama pemberian (menit).
2.5.6
Cairan
Tubuh
manusia membutuhkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
Cairan di masukan melalui mulut, atau secara parental, dan cairan meninggalkan
tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru, kulit, dan ginjal. Klien dari
berbagai umur dapat mengalami kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan,
tetapi manusia yang paling muda dan
paling tua memiliki resiko terbesar. Penyakit parah trauma, atau klien yang
cacat juga lebih cenderung untuk mengalami kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan
cairan.
Dehidrasi
dan edema mengindikasikan tidak terpenuhinya kebutuhan cairan. Dehidrasi
mungkin karena demam berlebihan atau berkepanjangan muntah, diare, trauma, atau
beberapa kondisi yang menyebabkan kehilangan cairan dengan cepat. Edema juga di
ikuti oleh gangguan elektrolit dan bisa muncul pada gangguan nutrisi,
kardiovaskular, ginjal, kanker, trumatik, atau gangguan lain yang menyebabkan
akumulasi cairan yang cepat.
Pada
saat pengkajian keperawatan menunjukkan temuan konsisten ketidakseimbangan cairan,
tindakan keperawatan diarahkan pada perbaikan keseimbangan kearah normal (Perri dan Petter, 2005).
2.6
KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT (Potter
dan Perry, 2006)
2.6.1
Distribusi
Cairan Tubuh
Cairann ekstrasel terdiri dari cairan interstisial
(CIS) dan cairan intraaskular. Cairan interstisial mengisi rungan yang berada
di antara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah besar lingkungan
cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan interstisial. Cairan
intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air dan
tidak berwarna, dan darah yang mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan
trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel
yang berisi substansi terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan
cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel sama dengan
cairan yang berada di ruang ekstrasel. Namun, proporsi substansi-substansi
tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar di dalam cairan
intrasel daripada dalam cairan ekstrasel.
2.6.2
Komposisi
cairan tubuh
Cairan
yang bersirkulasi di seluruh tubuh di dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel
mengandung :
1. Elektrolit,
merupakan sebuah unsur atau senyawa, yang jika melebur atau larut di dalam air
atau pelarut lain, akan pecah menjadi ion dan mampu membawa muatan listrik.elektrolit
sangat penting pada banyak fungsi tubuh termasuk fungsi neuromuskuler dan
keseimbangan asam basa.
2. Mineral,
yang di cerna sebagai senyawa, biasanya dikenal dengan nama logam, non logam,
radikal, atau fosfat, bukan dengan nama senyawa, yang mana mineral tersebut
menjadi bagian didalamnya.mineral merupakan unsur semua jaringan dan cairan
tubuh serta penting dalam mempertahankan proses fisiologis. Mineral juga
bekerja sebagai katalis dalam respon saraf,kontraksi otot dan metabolisme zat
gizi yang terdapat dalam makanan selain itu,mineral mengaturkeseimbangan
elektrolit dan produksi hormon serta menguatkan struktur tulang. Contoh mineral
adalah zat besi dan zink.
3. Sel
merupakan unit fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Conto hsel yang
berada di dalam cairan tubuh sel darah merah dan sel darah putih.
2.7
TRANSFUSI DARAH
2.7.1
Pengertian
Transfusi
darah adalah memasukan sel darah merah (darah segar, pack red cell) ke dalam
tubuh melalui vena.
2.7.2
Tujuan
Memberikan
kebutuhan sel darah merah sesuai indikasi.
2.7.3
Indikasi
Sesuai
dengan komponen darah yang ditransfusikan :
1.
Darah
lengkap (whole blood) 250 – 300 cc
meningkatkan volume darah merah dan volume plasma pada pendarahan akut
dan pada kehlangan darah kurang lebih dari 25 % volume darah total.
2.
Darah
merah pekat (packed red blood cell)
150 – 250 cc/unit meningkatkan masa
sel darah merah dan kapasitas oksigen pada anemia normovelemik simptomatik,
termasuk anemia kronis pada kelainan ginjal kronis dan kanker.
3.
Darah
merah dicuci (saline washed red blood
cell)180cc/unit meningkatkan
masa sel darah merah,mengurangi risiko reaksi alergi terhadap protein plasma.
4.
Plasma
beku 220cc pengobatan beberapa gangguan koagulasi.
5.
Trombosit
konsetrat 50cc/unit perdarahan
karena trombosittopenia.
2.7.4
Kontraindikasi
Sesuai
dengan komponen darah :
1.
Darah
lengkap anemia kronis norvolemik
yang hanya memerlukan peningkatan massa sel darah merah.
2.
Darah
merah dicuci bila sudah lebih dari
24 jam karena teknik pencucian system terbuka menyebabakan penggunaannya terbatas 24 jam.
3.
Darah
merah pekat hati – hati resiko
reaksi transfuse hemolitik, reaksi alergi, dandemam.
4.
Trombosit
konsentrat tidak efektif untuk
klien dengan destruksi trombosit yang cepat, termasuk ITP dan KID yang tidak
diobati.
5.
Plasma
beku jangan diberikan bila
tujuannya untuk menambah volume darah.
2.7.5
Penyimpanan
Darah
Tujuan
penyimpanan darah adalah :
1.
Untuk mencegah pembekuan darah
2.
Mempertahankan fungsi biologis sel darah
in vitro (pretransfusi)
3.
Tetap berfungsi baik in vivo
(pascatransfusi)
4.
Aman, tidak berpenyakitan (untuk
resipien)
Penyimpanan
darah ada dua jenis yaitu :
1.
Simpan cair (sering dilakukan)
Penyimpanan
darah dengan menggunakan preservativeanticoagulant (anti koagulan yang
mengandung nutrisi untuk kehidupan sel darah) pada suhu
4O C. Jenis anti koagulan yang digunakan
meliputi
1)
ACD
( acid citrade dextrose ) 63 ml ACD + 450 ml darah ( 3 minggu)
2)
CPD
( citrade phosphatase dextrose) 63 ml CPD + 450 ml ( 3 minggu )
3)
CPDA-1
( citrade phosphatashe dextrose adenine
) 63 ml CPDA-1 +450 ml ( 5 minggu
).
2. Simpan
beku ( jarang dilakukan )
2.7.6
Uji
yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah
Sebelum melakukan transfuse darah perlu dilakukan
beberapa uji untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan. Uji tersebut
meleliputi
1. Pemeriksaan golongan darah
2. Reaksi
silang
Tujuan pelaksanaan ujin reaksi silang sbb :
Tujuan pelaksanaan ujin reaksi silang sbb :
1) Memastikan
didalam serum resipen atau plasma donor tidak terdapat anti body yang relative terhadap eritrosit
donor atau resipen .
2) Menghindari reaksi transfuse hemolitik
3) Memastikan
efektivitas transfuse
Medium reaksi pada reaksi silang meliputi salin ( NaCl 0,85%), albumim (bovine albumim ), dan Coom’s ( anti – human globulin) Ada duajenis reaksi silang, yaitu :
a). Reaksi silang mayor
Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak eritrosik resipien yang akan ditransfusikan.
b). Reaksi silang minor
Mendeteksi adanya antibody di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosik resipien yang akan ditranspusikan.
Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negative.
Medium reaksi pada reaksi silang meliputi salin ( NaCl 0,85%), albumim (bovine albumim ), dan Coom’s ( anti – human globulin) Ada duajenis reaksi silang, yaitu :
a). Reaksi silang mayor
Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak eritrosik resipien yang akan ditransfusikan.
b). Reaksi silang minor
Mendeteksi adanya antibody di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosik resipien yang akan ditranspusikan.
Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negative.
2.8
JENIS TRANSFUSI DARAH
Ada
beberapa jenis transfusi darah yang diberikan, yaitu :
1. Darah
utuh ( whole blood/WB)
Ada beberapa jenis WB, yaitu:
a. Sangat segar ( < 6 jam)
b.Segar ( 6 – 24 jam )
c.Simpan (24 – baal simpan)
indikasi WB untuk hipovolemia
Ada beberapa jenis WB, yaitu:
a. Sangat segar ( < 6 jam)
b.Segar ( 6 – 24 jam )
c.Simpan (24 – baal simpan)
indikasi WB untuk hipovolemia
2. Darah
endap ( Packed Red Cell – PRC)
Indikasi untuk anemia kronis.
Indikasi untuk anemia kronis.
3. Trombosit
konsentrat
Indkasi untuk perdarahan trombositemenia dan trombositopatia, dosis 1unit/kg BB.
Indkasi untuk perdarahan trombositemenia dan trombositopatia, dosis 1unit/kg BB.
4. Plasma
segaar beku
Idikasi untuk perdarahan defisiensi factor pembekuaan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
Idikasi untuk perdarahan defisiensi factor pembekuaan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
5. Cryo
precipitate
Indikasi untuk perdarahan akibat hemophilia, penyakit von wilebrand dan afibrinogemia.
Indikasi untuk perdarahan akibat hemophilia, penyakit von wilebrand dan afibrinogemia.
2.8.1
Persiapan
Bahan dan alat
Bahan dan alat
1. Untuk
transfuse lengkap diperlukan darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma beku
gunakan set transfusi khusus dengan penyaringan/filter.
2. Untuk
transfusi trombosit gunakan infus set khusus untuk trombosit.
3. Kateter
besar ( 18 atau 19G)
4. Sarung
tangan sekali pakai.
5. Kapas
alcohol.
6. Plester
7. Manset
tekanan darah
8. Stetoskop
9. Termometer
10. Format
persetujuan pemberian transfusi darah.
11. Bila
tersedia dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi darah.
12. Cairan
NaCl 0,9%.
2.8.2
Prosedur
Tindakan
1. Tetapkan
bahwa klien telah menandatangani format persetujuan.
2. Buat
jalur IV dengan kateter besar.
3. Gunakan
selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus memiliki set pemberian
tipe Y dengan filter.
4. Gantung
wadah cairan salin normal 0,9% yang akan diberikan setelah infus darah.
5. Dapatkan
transfusi riwayat klien
6. Tinjau
ulang program dokter.
7. Periksa
dengan tepat produk darah dank lien yang
mendapat komponen darah.
a. Periksa nama awal dan akhir klien dengan meminta klien menyebutkan
namanya bila mampu.
b. Periksa nomor identifikasi klien dan tanggal lahir pada selang dan catatan
klien.
c. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe Rh.
d. Periksa ulang produk darah dengan program dokter.
e. Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah
f. Lihat darah untuk adanya bekuan.
a. Periksa nama awal dan akhir klien dengan meminta klien menyebutkan
namanya bila mampu.
b. Periksa nomor identifikasi klien dan tanggal lahir pada selang dan catatan
klien.
c. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe Rh.
d. Periksa ulang produk darah dengan program dokter.
e. Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah
f. Lihat darah untuk adanya bekuan.
8. Ukur
tanda vital darah klien dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan
Adanya peningkatan suhu pada dokter.
9. Minta
klien untuk melpaorkan segera gejala berikut : menggigil, sakit kepala, gatal,
kemerahan, dan nyeri punggung.
10. Minta
klien berkemih atau mengosongkan wadah penampung urine.
11. Cuci
tangan dan kenakan sarung tangan.
12. Buka
set pemberian darah
13. Tusukkan
kantong IV salin normal 0,9%
14. Isi
selang dengan salin normal 0,9%
15. Ketika
unit selesai, Pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan normal salin
16. Buka
klem pengatur pada slang Y yang disambungkan ke kantong salindan lepaskan klem
pengatur pada selang pengatur yang tidak dipakai sampai selang dari kantong
salin normal terisi.
17. Tutup
klem pada selang yang tidak digunakan
18. Peras
tempat ruang tetesan, biarka filter terisi sebagian.
19. Buka
klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
20. Tutup
klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
21. Balik
kantong darah1-2 kali dengan perlahaan untuk mendistribusikan sel secara
saksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan selang bawah,
kemudian isi selang secara seksama
dengan mengisis filter dengan darah
22. Sambungkan
selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan sterilisitas. Buka
klem bawah.
23. Pantau
tanda vital klien
24. Atur
infus sesuai pesanan dokter ( PRC
biasanya diberikan 1,5 – 2 jam, WBC diberikan 1-3 jam).
25. Setelah
darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal ssalin0,9 %.
26. Buang
semua dengan tepat.
27. Lepaskan
sarung tangan dan cuci tangan
28. Catat
golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien terhadap
terapi darah.
2.8.3
Intervensi
Keperawatan pada Reaksi Transfusi
Apabila dicurigai terjadi reaksi transfusi, maka
perawat harus segera menghentikan transfusi dan memberitahukan dokter, serta
mengambil langkah – langkah sbb :
1. Transfusi
set dilepaskan, tetapi jalur intravena harus tetap dipertahankan dengan larutan
normalsaline (0,9%) agar bila diperlukan pengobatan intravena dapat dilakukan
segera.
2. Kantong
darah dan selang disimpan, jangan dibuang,kemudian dikirim kembali kebank darah
untuk dilakukan uji golongan darah ulang dan kultur. Label dan nomor harus
diperiksa kembali.
3. Gejala
ditandatangani sesuai resep dokter dan tanda – tanda vital dipantau terus
4. Ambil
darah klien untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, kultur, dan penentuan ulang
golongan darah.
5. Sampel
urine harus segera dikirim ke laboratorium untukmenguji adanya hemoglobin dalam
urine. Urine yang dikeluarkan selanjutnya di amati.
6. Bank
darah diberitahu bahwa telah terjadi kecuroigaan reaksi transfusi.
7. Reaksi
harus dicatat sesuai kebijaksanaan institusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar