Senin, 08 Februari 2016

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tekhnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta.
Untuk mempertahankan kesehatan dibutuhkan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam- basa di dalam tubuh. Keseimbangan ini dipertahankan oleh asupan, distribusi dan haluan air dan elektrolit serta pengaturan komponen- komponen tersebut oleh sistem renal dan paru (Potter dan Perry,  2006).
Dampak negatif dari pemasangan infus pembengkakkan, pendarahan, jika jarum infus tidak steril bisa terjadi kemerah-merahan dan elergi, pasien yang dehitrasi bisa pecah pembuluh darahnya.
Dalam makalah ini akan membahas materi tentang prinsip dan tekhnik komunikasi pada setiap tahap asuhan keperawatan dalam setiap pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit dan darah.


1.2    RUMUSAN MASALAH
1.         Mahasiswa belum mengetahui cairan elektrolit tubuh?
2.         Mahasiswa belum mengetahui pergerakan cairan dan elektrolit tubuh?
3.         Mahasiswa belum di mengetahui pengaturan keseimbangan cairan?
4.         Mahasiswa belum mengetahui asuhan keperawatan klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit?
5.         Mahasiswa belum mengetahui perencanaan dan implementasi?
6.         Mahasiswa belum mengetahui Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit?
7.         Mahasiswa belum mengetahui  definisi Transfusi Darah?
8.         Mahasiswa belum mengetahui  Jenis Transfusi Darah?
9.         Mahasiswa belum mengetahui  Prinsip- Prinsip Komunikasi Teraupetik?
10.     Mahasiswa belum mengetahui Hubungan Tarapeitik?
11.     Mahasiswa belum mengetahui Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik?

1.3    TUJUAN
1.          Mahasiswa telah mengetahui cairan elektrolit tubuh
2.         Mahasiswa telah mengetahui pergerakan cairan dan elektrolit tubuh
3.         Mahasiswa telah mengetahui pengaturan keseimbang cairan
4.         Mahasiswa telah mengetahui asuhan keperawatan klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit
5.         Mahasiswa telah mengetahui perencanaan dan implementasi
6.         Mahasiswa telah mengetahui Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
7.         Mahasiswa telah mengetahui definisi Transfusi Darah
8.         Mahasiswa telah mengetahui Jenis Transfusi Darah
9.         Mahasiswa telah mengetahui Prinsip- Prinsip Komunikasi Teraupetik
10.     Mahasiswa telah mengetahui Hubungan Teraupetik
11.     Mahasiswa telah mengetahui Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik

1.4  METODE
Pengambilan bahan materi ini menggunakan metode studi pustaka dengan cara membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi ini, kemudian dengan menggunakan media elektronik yaitu internet sebagai pendukung dari studi pustaka yang telah di lakukan.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1  CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH (Wahid dan Nurul, 2007)
Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh yaitu:
1.      Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh. CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel.
2.       cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah anion dan kation.

2.2  PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH
Sirkulasi cairan dan elektrolit terjadi dalam tiga tahap. Pertama, plasma darah bergerak di seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua, cairan interstisial dan komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Ketiga, cairan dan substansi bergerak dari cairan interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam tiga proses, yaitu :
difusi adalah pepindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area berkonsentrasi rendah dengan melintasi membran semipermiabel. Pada proses ini , cairan dan elektrolit masuk melintasi membran  yang memisahkan dua kompartemen sehingga konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang.kecepatan difusi di pengaruhi oleh tiga hal,yakni ukuran molekul,konsentrasi larutan,temperatur larutan.
Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan melintasi membran untuk mengencerkan larutan yang berkonsentrasi tinggi sampai di peroleh keseimbangan pada kedua sisi membran.
Transpor aktif adalah proses pengangkutan yang di gunakan oleh molekul untuk berpindah melintasi membran sel melawan gradien konsentrasinya. Dengan kata lain, transpor aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandng tingkatannya.

2.3  PENGATURAN KESEIMBANGAN CAIRAN
 Pengaturan keseimbangan terjadi melalui mekanisme haus,hormon antidiuretik (ADH),hormon aldosteron,prostaglandin,dan glukokortikoid.
1.      Rasa haus  adalah keinginan yang di sadari terhadap kebutuhan cairan .rasa haus biasnya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295mOsm/kg.osmoresepto yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitif terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ekstrasel.bila osmolalitas meningkat ,sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut: penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin,yang akhirnya menghasilkan angiotensin II .angiotensin II merangsang hipotalamus untuk melepaskan subtrat neuron yang bertanggung jawab meneruskan sensasi haus.
2.      Osmoreseptor dinhipitalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus. Rasa dapat di induksi oleh kekeringan lokal pada mulut akibat status hiperrosmolar.selain itu,rasa haus juga muncul untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat penirunan saliva.
3.      Hormon ADH di bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstrasel.
4.      Hormon aldosteron  ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium.retensi natrium mengakibatkan retensi air.
5.      Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyag jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal.
6.      Glukokortikoid meningkatkan resorpsi natrium dan air sehingga memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium.
Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sedangkan haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ, yakni :
Kulit, pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar keringat.
Paru-paru, meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalamannapas karena pergerakan atau kondisi demam.
Pencernaan, dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml.
Ginjal merupakan organ pengekskresi cairan yang utama pada tubuh.
Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia berlangsung dalam tiga cara, pertama melalui insensible water loss (IWL). Pada proses ini, cairan keluar melalui penguapan di paru-paru. Kedua melalui noticeable water loss(NWL), cairandiekskesikan melalui keringat. Ketiga melalui feses, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Ginjal merupakan organ pengatur keseimbangan cairan yang utama. Setiap harinya, ginjal menerima hampir 170 liter  darah untuk disaring menjadi urine.

2.4  ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN  DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBETUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
2.4.1   Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui  klien yang berisiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi:
1.Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral),haluaran cairan
2.Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homoestasis cairan dan elektrolit
4. Pengobatan tertentu yang  tengah di jalani yang dapat mengganggu status cairan
5. Status perkembangan(usia atau kondisi sosial)
6. Faktor psikologis(perilaku emosional)

2.4.2   Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis  sederhana yang dapat  perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter  adalah pengukuran  tanda –  tanda  vital ,penimbangan berat badan , serta pengukuran asupan dan haluaran cairan .
1.      Berat badan . Pengukuran berat badan dilakukan di saat  yang sama dengan menggunakan pakaian yang beratnya sama .Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara dengan penambahan  atau pengeluaran 1 liter  cairan.
2.      Tanda-tanda vital.Perubahan tanda-tanda vital(suhu , nadi ,pernapasan,dan tekanan darah serta tingkat kesadaran (bisa menandakan gangguan keseimbangan cairan  dan elektrolit).
3.      Asupan cairan . Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral),cairan parenteral(obat-obat intravena ), makanan yang mengandung  air, irigasi kateter.
4.      Haluaran cairan . Haluaran Cairan meliputi urine (volume, kepekatan), feses(jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
5.      Status hidrasi.Status hidrasi meliputi adanya edema ,rasa haus yang berlebihan,kekeringan pada membran mukosa.
6.      Proses penyakit .Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit (misalnya, diabetes melitus, kanker,luka bakar, hematemesis, dll).
7.      Riwayat pengobatan obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit(misalnya,steroid,diuretik,dialisis).

2.5     PERENCANAAN  DAN  IMPLEMENTASI
Berdasarkan  NANDA  (2003), diagnosis  keperawatan untuk  masalah  gangguan  pemenuhan  gangguan  cairan  dan  elektrolit  meliputi  lima  giagnosis.
Secara  umum, tujuan  intervensi  keperawatan  untuk  masalah cairan  dan  elektrolit  meliputi  mempertahankam  keseimbangan  asupan  dan haluran  cairan, mengoreksi  defisit  volume  cairan  dan  elektrolit, mengurangi  overload, mempertahankan  berat  jenis  urine  dalam  batas  normal, menunjukan  perilaku  yang  dapat  meningkatkan  keseimbangan  cairan  elektrolit  dan  asam – basa, serta  menvegah  komplikasi  akibat  pemberian  terapi.

2.5.1   Kekurangan  Volume  Cairan 
Yang  berhubungan  dengan Kekurangan  volume  cairan   adalah:
1.    Haluaran  urine  yang  berlebihan  (mis., diabetes  insipidus )
2.    Pengeluaran  cairan  sekunder  akibat  demam, drainase  yang  abnormal, peritonitis, atau  diare
3.    Mual / muntah
4.      Kesulitan  menelan  atau  minum  sendiri, sekunder  akibat  sakit  tenggorokan, kelelahan
5.      Asupan cairan  yang  kurang  saat  berolahraga  atau  karena  kondisi  cuaca
6.      Penggunaan  laksatif  dan  dieretik  yang  berlebihan
1)      Kriteria  hasil
1.      Klien  akan  mempartahankan  berat  jenis  urine  dalam  rentang  normal IndikatorMeningkatkan  asupan  cairan  hingga  jumlah  tertentu, sesuai  dengan  usia  dan  kebutuhan  metabolik
2.      Mengidentifikasi  faktor  resiko  defisit  cairan  dan  menjelaskan  perlunya  meningkatkan  asupan  cairan  sesuai  indikasi
3.      Tidak  mempelihatkan  tanda  dan  gejala  dehidrasi

2)      Intervensi  umum
1.      Kaji  faktor  penyebab  (mis., ketikmampuan  untuk  minum  sendiri, gangguan  menelan, sakit  tenggorokan, asupan  cairan  yang kurang  sebelum  berolahraga, kurang  pengetahuan, atau tidak  suka  dengan  minuman  yang  tersedia )
2.      Kaji pemahaman  klien  tentang  perlunya  mempartahankan  hidrasi  yang  adekuat  serta  metode  untuk  memenuhi  asupan  cairan
3.      Kaji  minuman  yang  disukai  dan  tidak  disukai  klien  dan  rencanakan  pemberian  asupan  cesara  bertahap  (mis., 1000 ml di siang  hari, 800 ml din sore  hari, dan  300ml  di malam  hari )
4.      Bila  klien  mengalami  sakit  tenggorokan, tawarkan  minuman  yang  hangat  atau  dingin; pertimbangkan  pemberian  es
5.      Bila  klien  sangat  lelah  atau  lemah, anjurkan  klien  untuk  beristirahat  sebelum  makan  dan  berikan  cairan  dalam  jumlah  sedikit  tetapi  sering
6.      Anjurkan  klien  membuat  buku  catatan  yang  berisi  asupan  cairan, haluaran  urine, dan  berat  badan  harian, Pantau  asupan  cairan  klien  ( minimal  2000 ml cairan  oral  per hari ), Pantau  hakuaran  urine  klien  ( minimal  1000 – 1500 ml  per  hari ), Timbang  badan  setiap  hari  di waktu  yang  sama  dan  dengan  pakaian  yang  sama. Penurunan  berat  badan  2% - 4% ( dehidrasi  ringan ), 5% - 9% (dehidrasi  sedang )
7.      Pantau  BUN, osmolalitas, dan  elektrolit  serum  dan  urine, kadar  kreatinin, hematokrit, dan  hemoglobin
8.      Jelaskan  bahwa  kopi, teh, dan  jus  merupakan  dieretik  yang  bisa  menyebabkan  kehilangan  cairan
9.      Pertimbangkan n jenis  obat – obatan  serta  kondisi  lain  yang  bisa  menyebabkan  kehilangan  cairan  berlebih (mis., pemberian  diuretik, muntah, diare, demam )

10.  Lakukan  penyuluhan  kesehatan  sesuai  indikasi
11.  Bagi  para  olahragawan, tekankan  pentingnya  hidrasi  yang  adekuat  sebelum  dan  selama  berolahraga

3)      Kolaborasi
Kolaborasikan  dengan  dokter  untuk  pembarian  terapi  intravena

4)      Rasional
Kondisi  dehidrasi  dapat  meningkatkan  laju  filtrasi  glomerulus. Akibatnya, haluaran  urine  tidak  dapat  membersihkan  limbah  secara  adekuat  sehingga  kadar  BUN  dan  elektrolit  meningkat
Pengukuran  berat  badan  yang  akurat  dapat  mendeteksi  kehilangan  cairan
Untuk  memantau  berat  badan  secara  efektif, penimbangan  harus  dilakukan  di saat  yang  sama  dengan  mengenakan  pakian  yang  beratnya  hampir  sama
Konsumsi  gula, alkohol, kafein  dalam  jumlah  besar  dapat  meningkatkan  produksi  urine  dan  menyebabkan  dehidrasi

2.5.2   Kelebihan  Volume  Cairan
Yang  berhubungan  dengan Kelebihan  volume  cairan:
1.      Gangguan  mekanisme  regulator, sekunder  akibat  gagal  ginjal, ab-normalitas  dan  metabolik, disfungsi  endokri, lipedema
2.      Retensi  natrium  dan  air, sekunder  akibat  terapi  kortikosteroid
3.      Asupan  natrium / air  yang  berlebihan
4.      Asupan  protein  yang  rendah  (diet, malnutrisi )
5.      Bendungan  vena  dependen / statis vena, sekunder  akibat  imobilitas, berdiri  atau  duduk  terlalu  lama, pemasangan  gips

1)      Kriteria  hasil
Klien  akan  memperlihatkan  berkurangnya  edema ( sebutkan  areanya )

2)      Indikator
Menjelaskan  faktor – faktor penyebabnya
Menjelaskan  metode  pencegahan  edema

3)      Intervensi  umum
1.      Identifikasi  faktor  penyebab ( kelebihan  asupan  natrium, asupan  protein  yang  tidak  adekuat, statis  vena, imobilitas, kurang  pengetahuan, dll )
2.      Catat  asupan  makanan  dan  cairan  setiap  hari  dan  setiap  minggu; kaji  keadekuatan  asupan  protein  dan  natrium
3.      Buat   menu  mingguan  yang  memenuhi  kebutuhan  protrein  dengan  biaya  yang  terjangkau  oleh  klien
4.      Kurangi  asupan  garam; pertimbangan  penggunaan  garam  pengganti
5.      Kaji  adanya  statis  vena  atau  bendungan  vena
6.      Anjurkan  klien  untuk  melakukan  aktivitas  horizontal ( meninggikan  kaki)  dan  aktivitas  vertikal  ( berdiri )  secara  bergantian; hindari  menyilangkan  kaki
7.      Letakkan  ekstremitas  yang  edema  lebih  tinggi  dari  jantung  ( kecuali  ada  kontraindikasi )
8.      Lakukan  prosedur  keperawatan  ( mis., mengukur  tekanan  darah, memberikan  cairan  IV ) pada  ekstremitas  yang  tidak  mengalami  edema
9.      Kurangi  kontruksi  pembuluh  darah; hindari  mengenakan  stocking  setinggi  lutut, pertimbangkan  penggunakan  stocking  antiembolisme
10.  Periksa  ekstremitas  secara  sering  untuk  melihat  keadekuatan  sirkulasi  dan  adanya  tanda – tanda  area  konstriksi
11.  Pada  klien  imobilitas, rencanakan  latihan  RPS  aktif  atau  pasif  untuk  semua  ekstremitas  setiap  4jam, termasuk  dorsofleksi  kaki  guna  me-masase  vena
12.  Ubah  posisi  individu  sedikitnya  setiap 2jam  dengan  empat  posisi ( miring  kanan, miring  kiri, telentang, telungkup ), jika  tidak  ada  kontraindikasi
13.  Berikan  penjelasan  verbal  dan  tertulis  tentang  obat – obatan  yang  digunakan, terutama  obat – obatan  yang  memengaruhi  keseimbangan  cairan  ( mis., diuretik, steoid )
14.  Pada  klien  yang  mengalami  edema  berat, timbang  berat  badan  setiap  pagi  dan  malam  hari, dan  buat  catatannya
15.  Ingatkan  klien  untuk  segara  menghubungi  dokter  jika  tejadi  edema / penambahan  berat  badan  yang  berlebihan  ( >1kg / hari )  karena  hal  ini  bisa  mengindikasikan  masalah  jantung  dini

4)      Rasional
1.      Edema  menghambat  aliran  darah  menuju  jaringan, akibatnya  nutrisi  sel  menjadi  buruk  dan  kerentanan  terhadap  cadera  meningkat
2.      Asupan  natrium  yang  tinggi  menyebabkan  retensi  cairan. Makanan  yang  tinggi  natrium  antara  lain  kudapan  asin, keju   cheddar, acar, kecap, MSG, sayuran  kaleng, mustard. Beberapa  obat  bebas, seperti  antasida, juga  tinggi  natrium
3.      Kortikosteroid  mengandung  unsur  glukortikoid  dan  mineralokortikoid  yang  meningkatkan  reabsorbsi  natrium  dan  ekskresi  kalium  di tubulus  ginjal. Retensi  natrium  menyebabkan  peningkatan  volume  cairan  ekstrasesular  dengan  mencegah  ekskresi  cairan
4.      Edema  terjadi  setelah  cairan  ekstraselular  yang  meningkat  memasuki  ruang  interstisial  dan  darah  sehingga  volume  cairan  interstisial  dan  darah  meningkat.
5.      Infus  intravena



2.5.3   PENENTUAN  ARAE  INFUS
Secara  umum, penginfusan  dapat  dilakukan  pada  vena  lengan ( vena sefalika, basilika, dan  mediana  kubiti ), vena  tungkai  ( vena  safena , atau  vena  di daerah  kepala  ( vena  temporalis  frontalis ). Pada  individu  dewasa, infus  biasanya  dipasang  didaerah  lengan  atas, tangan, dan  kaki. Sedangkan  pada  bayi, infus  dipasang  pada  daerah  kepala.

2.5.4   Prosedur  pemasangan  infus
Alat  dan  bahan
1.      Standar  infus
2.      Set  infus
3.      Cairan  sesuai  program  medik
4.      Jarum  infus  dengan  ukuran  yang  sesuai
5.      Pengalas
6.      Torniket
7.      Kapas  alkohol
8.      Plester
9.      Gunting
10.  Kasa  steril
11.  Betadin
12.  Sarung  tangan

Prosedur  kerja
1.      Jelaskan  prosedur  yang  akan  dilakukan 
2.      Cuci  tangan
3.      Hubungkan  cairan  dan  infus  set  dengan  memasukkan  ke bagian  karet  atau  akses  seang  ke botol  infus
4.      Isi  cairan  ke dalam  set  infus  dengan  menekan ruang  tetesan  hingga  terisi  sebagian  dan  buka  klem  slang  hingga  cairan  memenuhi  slang  dan  udara  slang  keluar
5.      Letakkan  pengalas  di  bawah  tempat  ( vena  yang  akan  dilakukan  penginfusan
6.      Lakukan  pembendungan  denga  torniket  ( karet  pembendung ) 10 – 12 cm  di ats tempat  penusukan  dan  anjurka  pasien  untuk  menggenggam  dengan  gerakan  sirkular ( bila  sadar )
7.      Gunakan  sarung  tangan  steril
8.      Desinfeksi  daerah  yang  akan  ditusuk  denagn  kapas  alkohol
9.      Lakukan  penusukan  pada  vena  dengan  meletakkan  ibu  jari  di bagian  bawah  vena  dan  posisi  jarum  ( abocath ) mengarah  ke atas
10.  Perhatikan  keluarnya  darah  melalui  jarum  ( abocath / surflo ). Apabila  saat  penusukan  terjadi  pengeluaran  darah  melalui  jarum  ( abocath / sorflo )maka  tarik  keluar  bagian  dalam  ( jarum   sambil  meneruskan  tusukan  ke dalam  vena
11.  Setelah  jarum  infus  bagian  dalam  dilepaskan / keluarkan, tahan  bagian  atas  vena  dengan  menekan  menggunakan  jari  tangan  agar  darah  tidak  keluar. Kemudian  bagian  infus  dihubungakan  dengan selang  infus
12.  Buka  pengatur  tetesan  dan  atur  kecepatan  sesuai  dengan  dosis  yang  diberikan
13.  Lakukan  fiksasi   dengan  kasa steril
14.  Tuliskan  tanggal  dan  waktu  pemasangan  infus  serta  catat  ukuran  jarum
15.  Lepaskan  sarung  tangan  dan  cuci  tangan
16.  Catat  jenis   cairan, letak  infus, kecepatan  aliran, ukuran, dan  tipe  jarum  infus

2.5.5   Pengaturan  tetesan  infus
Tetesan  infus  diatur  sesuai  program  pengobatan, tidak  boleh  terlalu  cepat  atau  terlalu  lambat. Ada  dua  metode  yang  digunakan  untuk  menghitung  jumlah  tetetas, yakni :
1.      Jumlah  mililiter / jam  yang  digunakan  untuk  menghitung  jumlah  tetesan, yakni volume cairan yang harus di berikan (ml) dengan lamanya pemberian (jam).
2.      Tetesan/menit, jumlah tetesan di hitung dengan mengalikan jumlah cairan yang di butuhkan (ml) dengan faktor tetes, kemudian membaginya dengan lama pemberian (menit).

2.5.6   Cairan
          Tubuh manusia membutuhkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran cairan. Cairan di masukan melalui mulut, atau secara parental, dan cairan meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru, kulit, dan ginjal. Klien dari berbagai umur dapat mengalami kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan, tetapi manusia yang paling muda  dan paling tua memiliki resiko terbesar. Penyakit parah trauma, atau klien yang cacat juga lebih cenderung untuk mengalami kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan.
          Dehidrasi dan edema mengindikasikan tidak terpenuhinya kebutuhan cairan. Dehidrasi mungkin karena demam berlebihan atau berkepanjangan muntah, diare, trauma, atau beberapa kondisi yang menyebabkan kehilangan cairan dengan cepat. Edema juga di ikuti oleh gangguan elektrolit dan bisa muncul pada gangguan nutrisi, kardiovaskular, ginjal, kanker, trumatik, atau gangguan lain yang menyebabkan akumulasi cairan yang cepat.
          Pada saat pengkajian keperawatan menunjukkan temuan konsisten ketidakseimbangan cairan, tindakan keperawatan diarahkan pada perbaikan keseimbangan kearah normal  (Perri dan Petter, 2005).

2.6      KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT (Potter dan Perry, 2006)
2.6.1   Distribusi Cairan Tubuh
Cairann ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intraaskular. Cairan interstisial mengisi rungan yang berada di antara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah besar lingkungan cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan interstisial. Cairan intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air dan tidak berwarna, dan darah yang mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi substansi terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel sama dengan cairan yang berada di ruang ekstrasel. Namun, proporsi substansi-substansi tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar di dalam cairan intrasel daripada dalam cairan ekstrasel.
2.6.2   Komposisi cairan tubuh
Cairan yang bersirkulasi di seluruh tubuh di dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel mengandung :
1.      Elektrolit, merupakan sebuah unsur atau senyawa, yang jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain, akan pecah menjadi ion dan mampu membawa muatan listrik.elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh termasuk fungsi neuromuskuler dan keseimbangan asam basa.
2.      Mineral, yang di cerna sebagai senyawa, biasanya dikenal dengan nama logam, non logam, radikal, atau fosfat, bukan dengan nama senyawa, yang mana mineral tersebut menjadi bagian didalamnya.mineral merupakan unsur semua jaringan dan cairan tubuh serta penting dalam mempertahankan proses fisiologis. Mineral juga bekerja sebagai katalis dalam respon saraf,kontraksi otot dan metabolisme zat gizi yang terdapat dalam makanan selain itu,mineral mengaturkeseimbangan elektrolit dan produksi hormon serta menguatkan struktur tulang. Contoh mineral adalah zat besi dan zink.
3.      Sel merupakan unit fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Conto hsel yang berada di dalam cairan tubuh sel darah merah dan sel darah putih.

2.7      TRANSFUSI DARAH
2.7.1   Pengertian
Transfusi darah adalah memasukan sel darah merah  (darah segar, pack red cell) ke dalam tubuh melalui vena.
2.7.2   Tujuan
Memberikan kebutuhan sel darah merah sesuai indikasi.
2.7.3   Indikasi
Sesuai dengan komponen darah yang ditransfusikan :
1.      Darah lengkap (whole blood) 250 – 300 cc        meningkatkan volume darah merah dan volume plasma pada pendarahan akut dan pada kehlangan darah kurang lebih dari 25 % volume darah total.
2.      Darah merah pekat (packed red blood cell) 150 – 250 cc/unit      meningkatkan masa sel darah merah dan kapasitas oksigen pada anemia normovelemik simptomatik, termasuk anemia kronis pada kelainan ginjal kronis dan kanker.
3.      Darah merah dicuci (saline washed red blood cell)180cc/unit       meningkatkan masa sel darah merah,mengurangi risiko reaksi alergi terhadap protein plasma.
4.      Plasma beku 220cc       pengobatan beberapa gangguan koagulasi.
5.      Trombosit konsetrat 50cc/unit      perdarahan karena trombosittopenia.

2.7.4   Kontraindikasi
Sesuai dengan komponen darah :
1.      Darah lengkap      anemia kronis norvolemik yang hanya memerlukan peningkatan massa sel darah merah.
2.      Darah merah dicuci      bila sudah lebih dari 24 jam karena teknik pencucian system terbuka menyebabakan  penggunaannya terbatas 24 jam.
3.      Darah merah pekat      hati – hati resiko reaksi transfuse hemolitik, reaksi alergi, dandemam.
4.      Trombosit konsentrat        tidak efektif untuk klien dengan destruksi trombosit yang cepat, termasuk ITP dan KID yang tidak diobati.
5.      Plasma beku        jangan diberikan bila tujuannya untuk menambah volume darah.


2.7.5   Penyimpanan Darah
Tujuan penyimpanan darah adalah :
1.      Untuk mencegah pembekuan darah
2.      Mempertahankan fungsi biologis sel darah in vitro (pretransfusi)
3.      Tetap berfungsi baik in vivo (pascatransfusi)
4.      Aman, tidak berpenyakitan (untuk resipien)

Penyimpanan darah ada dua jenis yaitu :
1.      Simpan cair (sering dilakukan)
Penyimpanan darah dengan menggunakan preservativeanticoagulant (anti koagulan yang mengandung nutrisi untuk kehidupan sel darah) pada suhu
4O  C. Jenis anti koagulan yang digunakan meliputi
1)      ACD ( acid citrade dextrose )     63 ml ACD + 450 ml darah ( 3 minggu)
2)      CPD ( citrade phosphatase dextrose)    63 ml CPD + 450 ml ( 3 minggu )
3)      CPDA-1 ( citrade phosphatashe dextrose adenine )       63 ml CPDA-1 +450 ml ( 5 minggu ).
2.      Simpan beku ( jarang dilakukan )



2.7.6   Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah
Sebelum melakukan transfuse darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan. Uji tersebut meleliputi
1.      Pemeriksaan  golongan darah
2.      Reaksi silang
Tujuan pelaksanaan ujin reaksi silang sbb :
1)      Memastikan didalam serum resipen atau plasma donor tidak terdapat anti     body yang relative terhadap eritrosit donor atau resipen .
2)       Menghindari reaksi transfuse hemolitik
3)      Memastikan efektivitas transfuse
Medium reaksi pada reaksi silang meliputi salin ( NaCl 0,85%), albumim (bovine albumim ), dan Coom’s ( anti – human globulin) Ada duajenis reaksi silang, yaitu :
a). Reaksi silang mayor
     Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak  eritrosik resipien yang akan ditransfusikan.
b). Reaksi silang minor
     Mendeteksi adanya antibody di dalam plasma donor yang dapat merusak eritrosik resipien yang akan ditranspusikan.
     Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negative.

2.8      JENIS TRANSFUSI DARAH
Ada beberapa jenis transfusi darah yang diberikan, yaitu :
1.      Darah utuh ( whole blood/WB)
Ada beberapa jenis WB, yaitu:
a. Sangat segar ( < 6 jam)
b.Segar ( 6 – 24 jam )
c.Simpan (24 – baal simpan)
indikasi WB untuk hipovolemia
2.      Darah endap ( Packed Red Cell – PRC)
Indikasi untuk anemia kronis.
3.      Trombosit konsentrat
Indkasi untuk perdarahan trombositemenia dan trombositopatia, dosis 1unit/kg BB.
4.      Plasma segaar beku
Idikasi untuk perdarahan defisiensi factor pembekuaan, PT dan APTT yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat overdosis warfarin.
5.      Cryo precipitate
Indikasi untuk perdarahan akibat hemophilia, penyakit von wilebrand dan afibrinogemia.






2.8.1        Persiapan
Bahan dan alat
1.      Untuk transfuse lengkap diperlukan darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma beku gunakan set transfusi khusus dengan penyaringan/filter.
2.      Untuk transfusi trombosit gunakan infus set khusus untuk trombosit.
3.      Kateter besar ( 18 atau 19G)
4.      Sarung tangan sekali pakai.
5.      Kapas alcohol.
6.      Plester
7.      Manset tekanan darah
8.      Stetoskop
9.      Termometer
10.  Format persetujuan pemberian transfusi darah.
11.  Bila tersedia dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi darah.
12.  Cairan NaCl 0,9%.

2.8.2        Prosedur Tindakan
1.      Tetapkan bahwa klien telah menandatangani format persetujuan.
2.      Buat jalur IV dengan kateter besar.
3.      Gunakan selang penginfus yang memiliki filter, selang juga harus memiliki set pemberian tipe Y dengan filter.
4.      Gantung wadah cairan salin normal 0,9% yang akan diberikan setelah infus darah.
5.      Dapatkan transfusi riwayat klien
6.      Tinjau ulang program dokter.
7.      Periksa dengan tepat  produk darah dank lien yang mendapat komponen darah.
a. Periksa nama awal dan akhir klien dengan meminta klien menyebutkan
    namanya bila mampu.
b. Periksa nomor identifikasi klien dan tanggal lahir pada selang dan catatan
    klien.
c. Untuk darah lengkap, periksa golongan ABO dan tipe Rh.
d. Periksa ulang produk darah dengan program dokter.
e. Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah
f. Lihat darah untuk adanya bekuan.
8.      Ukur tanda vital darah klien dalam 30 menit sebelum pemberian transfusi. Laporkan Adanya peningkatan suhu pada dokter.
9.      Minta klien untuk melpaorkan segera gejala berikut : menggigil, sakit kepala, gatal, kemerahan, dan nyeri punggung.
10.  Minta klien berkemih atau mengosongkan wadah penampung urine.
11.  Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
12.  Buka set pemberian darah
13.  Tusukkan kantong IV salin normal 0,9%
14.  Isi selang dengan salin normal 0,9%
15.  Ketika unit selesai, Pertahankan kepatenan vena dengan menginfuskan normal salin
16.  Buka klem pengatur pada slang Y yang disambungkan ke kantong salindan lepaskan klem pengatur pada selang pengatur yang tidak dipakai sampai selang dari kantong salin normal terisi.
17.  Tutup klem pada selang yang tidak digunakan
18.  Peras tempat ruang tetesan, biarka filter terisi sebagian.
19.  Buka klem pengatur bawah dan biarkan selang infus terisi salin.
20.  Tutup klem pengatur bawah setelah selang terisi salin.
21.  Balik kantong darah1-2 kali dengan perlahaan untuk mendistribusikan sel secara saksama, tusuk wadah darah, buka klem pada selang masuk dan selang bawah, kemudian  isi selang secara seksama dengan mengisis filter dengan darah
22.  Sambungkan selang transfusi darah ke kateter IV dengan mempertahankan sterilisitas. Buka klem bawah.
23.  Pantau tanda vital klien
24.  Atur infus sesuai pesanan dokter  ( PRC biasanya diberikan 1,5 – 2 jam, WBC diberikan 1-3 jam).
25.  Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan normal ssalin0,9 %.
26.  Buang semua dengan tepat.
27.  Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
28.  Catat golongan dan jumlah komponen darah yang diberikan serta respon klien terhadap terapi darah.

2.8.3   Intervensi Keperawatan pada Reaksi Transfusi
Apabila dicurigai terjadi reaksi transfusi, maka perawat harus segera menghentikan transfusi dan memberitahukan dokter, serta mengambil langkah – langkah sbb :
1.      Transfusi set dilepaskan, tetapi jalur intravena harus tetap dipertahankan dengan larutan normalsaline (0,9%) agar bila diperlukan pengobatan intravena dapat dilakukan segera.
2.      Kantong darah dan selang disimpan, jangan dibuang,kemudian dikirim kembali kebank darah untuk dilakukan uji golongan darah ulang dan kultur. Label dan nomor harus diperiksa kembali.
3.      Gejala ditandatangani sesuai resep dokter dan tanda – tanda vital dipantau terus
4.      Ambil darah klien untuk pemeriksaan kadar hemoglobin, kultur, dan penentuan ulang golongan darah.
5.      Sampel urine harus segera dikirim ke laboratorium untukmenguji adanya hemoglobin dalam urine. Urine yang dikeluarkan selanjutnya di amati.
6.      Bank darah diberitahu bahwa telah terjadi kecuroigaan reaksi transfusi.
7.      Reaksi harus dicatat sesuai kebijaksanaan institusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar