Senin, 08 Februari 2016

Etika dalam penerapan ilmu keperawatan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Etika adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau komunitas. Aturan bertindak ini ditentukan oleh setiap kelompok masyarakat, dan biasanya bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, serta tidak tertulis. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu masyarakat dalam suatu masyarakat atau Negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas atau pemerintahan Negara, dan tertulis. Baik etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua anggota masyarakatnya yang harus mematuhi etika dan hukum ini. Bagi pelanggar etika sanksinya adalah “moral” sedangkan bagi pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman.(soekidjo,2010).
      Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika dan hokum kesehatan. Dan tenaga kesehatan dalam hal ini perawat, diharapkan meningkatkan hard skill dan soft skill guna menuju perawat professional yang mampu memberi asuhan keperawatan secara optimal. Profesionalisme perawat didukung oleh pemahaman dan aplikasi yang baik dari ilmu-ilmu kesehatan, etika keperawatan, kemampuan imdividu tersebut dalam keperawatan.
      Perawat dalam pengabdianya senantiasa berpedoman kepada tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan akan perawatan individu, keluarga dan masyarakat. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang keperawatan dituntut senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari orang seorang keluarga dan masyarakat.
         Sebagai tenaga perawat kesehatan, perawat memiliki tanggung jawab terhadap klien. Di dunia kesehatan,terdapat banyak prosedur dan tindakan   kesehatan yang harus diberikan kepada pasien untuk meningkatan derajat kesehatannya. Sebagian besar tindakan kesehatan tersebut kemungkinan menimbulkan beberapa resiko bagi pasien, antara lain perubahan dalam kondisi biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual (Komalawati, 2002).
Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sumber daya manusia, dan lajunya arus informasi serta kondisi akan mahalnya biaya  pelayanan kesehatan, ikut mendorong berubahnya sifat pelayanan kesehatan yang semula bersifat paternalistik (Komalawati, 2002 ).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai informend consent dan Akuntabilitas legal dalam praktek keperawatan.
       1.2 Perumusan Masalah                                                                                   
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan informend consent ?
2.      Bagaimana pelaksanaan informend consent dalam pelaksanaan praktek keperawatan?
3.      Apa saja aturan legal yang mengatur praktek keperawatan?
4.      Apa pedoman untuk menghindari masalah dalam  Malpraktik keperawatan?
5.      Bagaimana hubungan perawat, dokter, keluarga, institusi dalam pelayanan kesehatan?

1.3  Tujuan

adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan informend consent.
2.      Untuk mengetahui bagaiman tata laksana informend consent dalam praktek keperawatan.
3.      Untuk memahami aturan-aturan legal yang terkait dengan praktek keperawatan.
4.      Untuk mengetahui dan menghindari Malpraktik keperawatan.
5.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan perawat, dokter, keluarga, institusi dalam pelayanan kesehatan.





      1.4 Manfaat
Manfaat dalam pelaksanaan informed consent  memiliki beberapa kegunaan,antara lain:
1.       Sebagai masukan bagi profesi keperawatan dalam memberikan asuhan  keperawatan dan meningkatkan mutu pelayanan dengan cara memberikan informed consent  pada pasien sebelum menjalani tindakan operasi.
2.       Memberikan masukan kepada perawat tentang  pentingnya  memberikan informed consent pada pasien dan keluarga untuk mengambil suatu keputusan yang tepat sebelum menjalani tindakan operasi.
3.       Sebagai saran bagi rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta pelaksanaan informed consent pada pasien pra bedah. 














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian informed consent
       latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medic yang dilakukan tenaga kesehatan, hasilnya penuh dengan ketidakpastian dan unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik). Sebab dipengaruhi oleh factor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan seperti, perdaha ataupun shock.
      Sehingga persetujuan pasien bagi setiap tindakan medic menjadi mutlak diperlukan, kecuali dalam keadaan emergency. Persetujuan tersebut dikenal dengan informed consent. istilah consent adalah dari bahasa latin yaitu consensio. Kemudian di dalam bahasa inggris menjadi consent  yang berarti pesetujuan izin, member izin, kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
      Jadi sebelum tercapainya suatu consent, kepada pasien atau keluarganya harus diberikan informasi lebih dahulu mengenai beberapa hal  dari tindakan medic yang akan dilakukan.
      Kesadaran hukum pasien semakin meningkat, pasien sadar akan hak dan kewajibannya dalam arti bahwa pemberian persetujuan tanpa mengetahui tentang apa yang akan dilaksanakan atas dirinya adalah bertentangan dengan arti dari consent itu.
Apakah informed consent ?
1.      Persetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap perawat, untuk melakukan suatu tindakan keperawatan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan.
2.      informed consent merupakan suatu proses.
3.      informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi.
4.      Merupakan dialog antara perawat dengan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir.
5.      informed consent berarti penyataan kesediaan atau penyataan penolakan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga yang di beri informasi cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan.
6.      Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah perawat harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
Menurut Culver dan Gert, ada empat komponen yang juga harus dipahami pada suatu informed consent  atau persetujuan:
1.      Sukarela (voluntariness)
      Sukarela mengandung arti bahwa pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsure paksaan didasari informasi dan kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsure informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
2.      Informasi (information)
      Jika pasien tidak tahu, sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan yang tepat .
3.      Kompetensi (competence)
      Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.
4.      Keputusan (decision )
      Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah Karena pasien kurang kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan, beritahulah juga prosedur tindakan dan buatlah senyaman mungkin.
Dasar hukum informed consent
1.      Pasal 53 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan menetapakan sebagai berikut:
a.       Ayat 2, tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
b.      Ayat 4, ketentuan mengenai standar profesi dan hak pasien sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2)tentang kesehatan.
c.       Ayat 2, standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
2.      Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981, PP No.1981.
3.      informed consent  yang kukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu dengan diundangkannya peraturan menteri kesehatan No. 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindak medic.
informed consent  mengandung beberapa segi hukum:
1.      penyataan dalam informed consent menyatakan kehendak  kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan perawat dan formulir persetujuan itu di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh satu pihak.
2.      informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakanya tuntutan di muka pengadilan atau membebaskan rumah sakit atau tempat praktek terhadap tanggung jawabnya apabila adanya kelalaian. Ia hanya dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
3.      Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab perawat. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Syarat sahnya perjanjian atau consent adalah :
1.        Adanya kata sepakat
      Sepakat  dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal penjanjian antara perawat dan pasien kata sepakat harus diperoleh dari pihak kesehatan dan pasien setelah terlebih dahulu memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2.      Kecakapan
      Kecakapan disini artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Apabila pasien seorang anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya.
3.      Suatu  hal tertentu
      Objek dalam persetujuan antara perawat dan pasien harus disebutkan secara terperinci. Misalnya, dalam persetujuan harus ditulis dengan jelas identitas pasien  kemudian yang terpenting harus terlampir identitas yang memberikan persetujuan.

4.      Suatu sebab yang halal
      Maksunya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Manfaat penjelasan informed consent

       Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan manfaat penjelasan
informed consent adalah memberikan keyakinan kepada pasien bahwa supaya pasien
tahu prosedurnya membahayakan atau tidak.Partisipan mengemukakan bahwa manfaat
penjelasan informed consent adalah mendapatkan informasi tentang penyakitnya.
Partisipan lainnya mengemukakan manfaat penjelasan informed consent adalah
mengetahui hal - hal yang perlu dipersiapkan.

      Partisipan menyatakan bahwa manfaat informed consent adalah supaya pasien tahu
prosedur penanganan penyakitnya bisa membahayakan atau tidak, serta mendapatkan
informasi tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum operasi. Hal ini agak berbeda
dengan tinjauan teori yang menjelaskan tujuan informed consent adalah untuk memberikan
perlindungan pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya dan juga untuk memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu
kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa resiko dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (inherent risk). (J. Guwandi, 2004)

Penanggung jawab Informed Consent

       Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan bahwa penanggung jawab
informed consent adalah dokter bedahnya yang mempertanggung jawabkan hasil
tindakannya. Partisipan lain mengatakan penanggung jawab informed consent adalah
operator dalam melakukan tindakan operasi.Pemberian penjelasan kepada pasien
sebelum penandatanganan informed consent adalah tanggung jawab dokter dan hal ini
tidak dapat didelegasikan kepada perawat. Perawat tidak berwenang dalam memberikan
informasi karena memberikan informasi mengenai suatu tindakan medik (operasi)
termasuk medical care (bidang pengobatan) hanya dapat dilakukan oleh dokternya
sendiri. Perawat tidak diperbolehkan memberikan informasi mengenai suatu tindakan
medik meskipun pasien yang memintanya. Perawat menjelaskan kepada pasien bahwa hal
tersebut adalah wewenang dokter untuk menjelaskan. (J. Guwandi, 2004)

Hak – hak pasien dalam informed consent

       Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan hak – hak pasien dalam
informed consent adalah mendapat informasi, menerima ganti rugi bila merasa dirugikan,
menolak pengobatan.Partisipan lain mengatakan bahwa hak – hak pasien dalam informed
consent adalah menerima maupun menolak persetujuan.
Konsumen pelayanan kesehatan mempunyai hak umum untuk menentukan jenis
pelayanan kesehatan dan harus bersedia untuk kebutuhan saat ini dan saat yang akan
datang. (http://klinikandalas.wordpress.com/2008/04/25/menentukan-kehamilan-pascaoperasi-
caesar-dan-informed-concent, 2008)

Perilaku perawat dalam pemberian informed consent

1.      Peran sebagai Advocate

      Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan berpendapat bahwa perannya sebagai
advocate adalah melindungi pasien terhadap tindakan malpraktik dokter.
Partisipan lain berpendapat bahwa peran perawat sebagai advocate adalah sebagai
pembela dan pelindung terhadap hak-hak pasien.
     Peran advokasi dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam
menginterpretasi berbagai informasi dari pemberi layanan atau informasi lain khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap
pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
(M. Dwidiyanti, 2007)

2.      Peran sebagai Counsellor

      Partisipan berpendapat bahwa perannya sebagai counsellor adalah mengatasi tekanan
psikologis dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam
mengurangi kecemasan pasien. Konseling adalah proses membantu pasien untuk
menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial, untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik, dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang
dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. (Mubarak dan Nur
Chayatin, 2009) Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan partisipan melalui perannya
sebagai counsellor sebagaimana yang terungkap diatas.
      Partisipan lainnya berpendapat bahwa peran perawat sebagai advocate adalah menggali
respon pasien dan mengklarifikasi informasi yang pasien belum mengerti serta
memberikan motivasi dalam mengambil keputusan.

3.      Peran sebagai consultant

       Hasil penelitian menunjukkan partisipan memperhatikan hak pasien dalam menentukan
alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik serta memposisikan
dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan suatu permasalahan. Perawat
berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau
mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. (Mubarak dan Nur
Chayatin, 2009)

B.     AKUNTABILITAS LEGAL

      Akuntabilitas adalah tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab kepada klien diri sendiri dan profesi serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan. Dalam praktik keperawatan, seorang perawat harus memiliki legalitas dalam melakukan perawatan. Legalitas ini diperlukan untuk melindungi hak pasien dan hak perawat itu sendiri. 
      Legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum dan  undang-undang. Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Selain itu, legal praktik keperawatan juga melindungi perawat dari liabilitas.
      Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu dengan orang lain. Hukum perikatan diatur dalam UU hukum perdata pasal 1239:
semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tersebut, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termakjub dalam bab ini dan bab yang lalu”.
      Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja. Kontrak P-PS digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerja sama. Untuk lebih lengkapnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan legal praktik keperawatan professional dibahas dengan yang berkaitan dengan pertanggunggugatan.
      Berikut ini akan diuraikan mengenai apa saja legalitas yang harus penuhi oleh seorang perawat dalam praktik keperawatan.

1.      Kredensial praktik keperawatan
      kredensial merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi keperawatan. Proses kredesial merupakan salah satu cara profesi keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi pemberian izin praktik (lisensi), registrasi (pendaftaran), pemberian sertifikat (sertifikasi), dan akredetasi. ( kozier erb, 2000).
2.      Izin pratik dan registrasi
      Izin praktik keperawatan pada dasarnya bukan merupakan topic baru bagi para perawat Indonesia. Para ahli antusias dalam mengembangkan kualitas dan praktik keperawatan telah pula memberikan pikiran sehingga sekarang undang-undang keperawatan pun di sahkan.
3.      Registrasi
      Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse.
4.      Sertikasi
      Sertifikasi merupakan peoses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak.
5.      Akreditasi
      Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintahan tertentu. Hal-hal yang diukur meliputi struktur, proses dan criteria hasil.

Menghindari liabilitas Malpraktik    
       Anda dapat mengambil langkah untuk menghindari liabilitas perdata dengan bersikap waspada dan menggunakan akal sehat serta memppertahankan kesadaran yang tinggi terhadap tanggung jawab hukum anda. Ikuti pedoman yang dijelaskan berikut:
a.       Ketahui kekuatan dan kelemahan anda
      Jangan menerima tanggung jawab untuk hal-hal yang tidak pernah anda persiapakan. Misalnya, bila anda sudah lama tidak berdinas di unit pediatric, menerima suatu tugas di unit tersebut sebelum diorientasi hanya akan menambah kemungkinan anda melakukan kesalahan mengklaim bahwa anda tidak mengenal baik prosedur di unit tersebut tidak akan melindungi anda dari liabilitas.
b.      Delegasikan dengan cermat
      Perhatikan baik-baik setiap kali anda mendelegasi tugas sebagai seorang penyelia karena anda dapat dituntut lali dalam mengawasi tindakan anda.
c.       Melaksanakan perintah dengan waspada
      Jangan pernah member atau melakukan suatu tindakan terhadap pasien tanpa perintah dari dokter. Jangan meresepkan atau menyerahkan obat apapun tanpa wewenang. Pada beberapa kasus hanya dokter dan ahli farmasi yang dapat secara sah melakukan fungsi-fungsi ini.
d.      Memberi obat-obatan dengan cermat
       Kesalahan dalam pemberian obat adalah kesalahan yang berpotebsi paling besar menimbulkan bahaya dalam keperawatan. Kesalahan dalam pemberian dosis, identifikasi pasien atau penilihan obat perawat telah menyebabkan kebutaan, kerusakan otak, henti jantung, dan kematian.
e.       Membina hubungan baik dengan pasien
      Upayakan tetap tenang bila pasien atau keluarganya tidak kooperatif. Pasien harus diberi tahu kebenaran tentang hasil akhir yang merugikan tetapi informasi ini harus di komunikasikan dengan bijaksana.
f.       Jangan memberi pendapat
      Hindari member pendapat ketika pasien menyatakan pendapat anda tentang masalah yang dialaminya kakena anda bisa dituduhkan membuat diagnosis medis karena melakukan praktik keperawtan tanpa ijin. Jangan member informasi secara sukarela tentang kondisi pasien atau kemungkinan yang dapat dipilihnya.
g.       Baca sebelum anda tanda tangan
      Jangan pernah membubuhkan nama anda sebagai sanksi sebelum anda benar-benar mengerti apa yang anda tanda tangan. Tanda tangan anda sebagai sanksi biasanya hanya menunjukan bahwa anda mengakui melihat individu yang anda kenal dengan nama tertentu.
h.      Mendokumentasi asuhan dengan akurat
      Gunakan laporan insiden untuk mengenali dan melaporkan setiap kecalakaan, kesalahan, atau cedera pada pasien.
i.        Mematuhi hukum advance directives
      Dalam memberi informasi yang diperlukan ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagai seorang pemberi pelayanan tersebut anda juga harus mengetahui hokum masing-masing Negara yang mengatur advance directive.
j.        Siaga ketika membantu menjalankan prosedur
k.      Ikuti kebijakan dan prosedur fasilitas kesehatan
l.        Sediakan lingkungan yang aman.
Hubungan antara Perawat, Dokter dan Pasien
Hubungan Dokter - Pasien
  • Pandangan pasien tentang sakit berbeda dengan pandangan dokter
  • Pandangan yang sama adalah semua berupaya untuk kesembuhan
  • Tindakan dokter diatur oleh UU, etika profesi, dll menurut standar medis
Menurut Mechanic, dokter punya 2 peranan:
1. Sebagai orang berpengetahuan (ahli)
2. Sebagai orang berfigur baik dan akrab
Pasien hanya mampu mengevaluasi dokter dari peranan yang kedua.
Menurut Szazs & Molander hubungan Dokter-Pasien ada 3 tipe:
1. Hubungan Aktif-Pasif
2. Hubungan Pemberi petunjuk-kooperatif
3. Hubungan Partisipatif
  • Pada praktek yang tidak stabil timbul kecenderungan si pasien memberikan petunjuk dan dokter menurutinya (Friedson)
  • Karena takut kehilangan status dan penghasilan, dokter seringkali mengikuti keinginan pasien (Duff & Hollingshead)
Masalah-masalah Dalam Hubungan Dokter - Pasien
  • Hak Istimewa Dokter
  • Masalah Ketidakpastian
  • Masalah Bukan Penyakit dan Bukan Masalah Medis
  • Masalah Komunikasi
  • Masalah Tidak adanya kerjasama
  • Masalah Tidak Adanya Kerjasama dengan Pasien
  • Pasien mengabaikan pentingnya dimensi waktu dalam pengobatan
  • Penyakit sebagai fenomena sosial bukan individu
  • Masalah-masalah yang dikeluhkan pasien:
  • Tempat pemberi pelayanan kesehatan
  • Informasi
Menurut Kleinman masalah di atas dapat diselesaikan dengan metode ilmu sosial dengan tahap-tahap:
1. Explanatory Model
2. Masalah-masalah akibat medis
Dua hal yang positif menimbulkan kerjasama:
  • Memberikan informasi/pendidikan kesehatan
  • Memonitor pasien terus-menerus 
3. Melakukan negosiasi
Hubungan Dokter - Perawat
1. Menurut Benne & Bennis ada 3 dilema dalam area perawatan:
  • Frustasi Perawat yang disebabkan oleh perbedaan persepsi
  • Permasalahan hubungan dokter-perawat
  • Masalah profesi
2. Menurut Suchman perawat ideal ditandai oleh:
  • Perasaan intim terhadap pasien
  • Bersikap feminim
  • Memberikan perlindungan terhadap pasien
  • Dalam kenyataan penggunaan perawat lebih bersifat ekonomis dan seringkali lebih dibebani tugas administratif
  • Hubungan dokter-perawat adalah hubungan salah pengertian
  • Menurut Barbara Bates, dokter menganggap perawat dan petugas kesehatan lain bekerja untuk dokter bukan untuk pasien sehingga perawat adalah pembantunya dan bukan teman sekerja.
  • Bertambahnya jumlah perawat dan adanya pendidikan tinggi di bidang keperawatan mendorong berkembangnya profesionalisme dan hubungan kemitraan antara dokter-perawat maupun petugas kesehatan lainnya.


Hubungan  perawat dan  pasien  dalam  konteks  etis
  • Menurut Husted dan Husted, 1990 :
  • Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai   tujuan tertentu
  • Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai tujuan tertentu.
  • Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien
  • Konteks hubungan perawat dan pasien
  • Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat dapat berperan Sebagai konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya. 
  • Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua (terutama pada pasien anak), saudara kandung, atau teman bagi pasien dalam ungkapan perasaan-perasaannya.
  • Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, maka setiap hubungan harus didahului dengan kontrak dan kesepakatan bersama, 
  • pasien mempunyai peran sebagai pasien dan perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan
  • Kesepakatan ini menjadi parameter bagi perawat dalam menentukan setiap tindakan etis.
Hubungan Kerja Perawat Dengan Institusi Tempat Perawat Bekerja

Penumpukkan konflik nilai dalam pelaksanaan pekerjaannya setiap hari, lambat laun akan terjadi :
1. Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerja dengan institusi selaku pemberi kebijakan.
2. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabya.
3. Menurunnya kinerja.
Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat bekerja, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekedar mencari uang, tapi juga perlu hati yang ikhlas.
2. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat memenuhi kebutuhan lahir dan batin.
3. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
4. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat kerja.
5. Menjalin kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai IPTEK.
Purtillo dan Cassek (1981) menyarankan 4 langkah proses pengambilan keputusan, yaitu :
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan
2. Mengidentifikasi dilemma
3. Memutuskan apa yang harus dilakukan
4. Melengkapi tindakan.





      
                                    







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

       pengertian informed consent adalah suatu surat atau lembar persetujuan yang diberikan
pada saat sebelum operasi dan ditanda tangani oleh pasien atau keluarga yang merupakan pengesahan dari mereka untuk dilakukan tindakan medik kepadanya. Penanggung jawabnya adalah dokter, sebagai operator yang melakukan tindakan medic atau operasi. Sedangkan yang menjadi hak – hak pasien yang berkaitan dengan informed consent adalah mendapat informasi, menerima ganti rugi bila merasa dirugikan, memilih dokter dan perawat, mendapatkan pengobatan, serta menolak persetujuan tindakan.

      Pernyataan perawat tentang informed consent tersebut menggambarkan bahwa informed
consent sudah dikenal dan diketahui oleh perawat. Sikap perawat dalam melaksanakan peran advocate, counsellor dan consultant dalam pengajuan informed consent belum sepenuhnya sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat masih melaksanakan tugastugas yang bukan kewenangannya, seperti memberikan informasi mengenai suatu tindakan medik (operasi), memintakan tanda tangan di lembar informed consent padahal pasien belum mengerti informasi yang disampaikan dokter terkait tindakan medik yang akan diterima pasien dan membiarkan pasien menjalani tindakan medik (operasi) meskipun dokter belum menanda tangani lembar informed consent.


C.    SARAN
       Bagi perawat di Rumah Sakit diharapkan mempelajari kembali mengenai peran-perannya
melalui kegiatan seminar ataupun pelatihan demi meningkatkan pengetahuan,pemahaman dan kesiapan perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain terutama dokter sebagai mitra kerja dalam pengajuan informed consent. Bagi Rumah Sakit Umum Pemangkat diharapkan dapat menerbitkan prosedur tetap (protap) pelaksanaan pengajuan informed consent sehingga masing-masing petugas kesehatan menjalankan tugas sesuai dengan fungsi dan perannya demi memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien.



DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, denidya. 2013. Buku pintar perawat professional teori dan praktik.Yogyakarta :mantra books
Hanifiah, jusuf dan amri. 2007. Etika kedokteran dan hokum kesehatan. Jakarta: EGC.
Helm, ann. 2005. Malpraktik keperawatan. Jakarta: EGC
Notoatnodjo, soekidjo. 2010. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Wahyuningsi, heni puji. 2009. Etika profesi kebidanan. Yogyakarta: fitramaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar