Selasa, 09 Februari 2016

STRUKTUR ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH



STRUKTUR ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
MUHAMMADIYAH









Disusun Oleh: Kelompok 1
1.         Haryanti Novitasari  
2.         Muzakkir                      
3.         Ricci Agus Suryadi      
4.         Langgeng Utami          
5.         Nurul Huda                  
6.         Eni Tri Ayuni   

Tingkat                       : 2(Dua)
Kelompok                  : 2 (Dua)
Dosen Pembimbing   : Wahyudin, S.Ag.               

                                                                                                           

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERAWATAN
SEKOLAH  TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas AIK III tentang Struktur Organisasi Dan kepemimpinan Muhammadiyah.
Makalah ini kami susun untuk mengetahui tentang Struktur Organisasi Dan kepemimpinan Muhammadiyah. Makalah ini juga kami susun untuk melengkapi tugas AIK IIItentang Struktur Organisasi Dan kepemimpinan Muhammadiyah.STIKes Muhammadiyah Palembang tahun Akademik 2015/2016
Dalam makalah ini, kami mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang tidak bias kami sebutkan satu persatu. Atas bantuan dan dukungan kami ucapkan terima kasih kepada
·         Wahyudin, S.Ag.
·         Teman-teman maupun pihak lain yang telah memberikan bantuan, dorongan secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga dukungan dan bimbingan semua mendapat balasan yang berlipat ganda, serta makalah ini bermanfaat. Tak ada gading yang tak retak. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna.


Palembang,     Oktober 2015


Penyusun




DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................     i
KATA PENGANTAR............................................................................     ii
DAFTAR ISI............................................................................................     iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.........................................................................     1
B.     Rumusan Masalah....................................................................     2
C.     Tujuan.......................................................................................     2

BAB II PEMBAHASAN
1.      Struktur Organisasi Muhammadiyah..................................     3
A.    Ranting...............................................................................     3
B.     Cabang...............................................................................     3
C.     Daerah................................................................................     4
D.    Wilayah..............................................................................     5
2.      Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah................................     6
3.      Struktur kepemimpinan vertikal  .............................................     7
4.      Struktur Kepemimpinan Horizontal  .......................................     13

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................     15
B. Saran..........................................................................................     15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Muhammadiyah  didirikan  di  Kampung  Kauman  Yogyakarta,  pada  tanggal  8   Dzulhijjah 1330 H/18   Nopember  1912  oleh  seorang yang  bernama  Muhammad  Darwis,  kemudian dikenal   dengan  KHA Dahlan .  Beliau  adalah  pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.  Disamping memberikan pelajaran/ pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Struktur Organisasi dan Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah?

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Bagaimana Struktur Organisasi dan Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah





















BAB II
PEMBAHASAN

1.      STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH
Struktur Organisasi Muhammadiyah terdiri atas:
A.    Ranting
RANTING, ialah kesatuan anggota dalam satu tempat (AD Ps. 6 ayat 1.)
a.       Ranting didirikan oleh pimpinan pusat atau usul sekurang-kurangnya 15 orang anggota persyarikatan di suatu tempat yang telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyrikatan, sekurang-kurangnya berwujud:
1)      Pengajian/kursus anggota berkala, sekurang-kurangnya sekali seminggu
2)      Pengajian/kursus umum berkala, sekurang-kurangnya sekali sebulan
3)      Mushola/surau/langgar sebagai pusat kegiatannya
4)      Jamaah-jamaah
b.      Pengesahan pendirian ranting dan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan pusat, setelah mendengar pertimbangan pimpinan cabang dan daerah yang bersangkutan dan dikuatkan oleh pimpinan wilayah yang bersangkutan.
c.       Pendirian suatu ranting yang merupakan pemisahan dari ranting yang telah ada, dilakukan dengan persetujuan pimpinan ranting yang bersangkutan atau atas putusan musyawarah cabang yang bersangkutan.
d.      Pimpinan pusat dapat melimpah wewenang pengesahan pendirian ranting kepada pimpinan wilayah (ART Pasal 3)

B.     Cabang
            CABANG, ialah kesatuan ranting-ranting dalam satu tempat (AD Pasal 6 ayat 2)
a.       Cabang didirikan oleh pimpinan pusat sekurang-kurangnya meliputi 3 ranting dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyarikatan, sekurang-kurangnya berwujud:
1)      Pengkajian/kursus berkala untuk anggota-anggota pimpinan cabang dan bagian-bagiannya, pimpinan-pimpinan ranting dalam cabangnya serta pimpinan organisasi otonom tingkat cabang, sekurang-kurangnya sekali setengah bulan.
2)      Pengajian/kursus mubaligh/ mubalighot untuk seluruh mubaligh/ mubalighot dalam lingkungan cabangnya, sekurang-kurangnya sekali sebulan.
3)      Korp mubaligh/mubalighot sekurang-kurangnya 10 orang
4)      Usaha-usaha pertolongan sekurang-kurangnya seperti pemeliharaan anak yatim.
5)      Sekolah Dasar/Madrasah Diniyah
6)      Kantor.
b.      Pengesahan pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul ranting-ranting yang bersangkutan, dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan daerah dan pimpinan wilayah yang bersangkutan.
c.       Pendirian suatu cabang yang merupakan pemecahan cabang yang telah ada, dilakukan dengan persetujuan pimpinan cabang yang bersangkutan atau atas usul musyawarah daerah yang bersangkutan.
d.      Pimpinan pusat dapat melimpahkan wewenang pengesahan pendirian cabang kepada pimpinan wilayah (ART Pasal 4)

C.    Daerah
      DAERAH, ialah kesatuan cabang-cabang dalam daerah tingkat II atau yang setingkat (AD Pasal 6 ayat 3)
a.       Daerah yang didirikan oleh pimpinan pusat dalam kabupaten atau yang setingkat yang sekurang-kurangnya meliputi 3 cabang dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tjuan persyarikatan, sekurang-kurangnya berwujud:
1)      Pengajian/kursus anggota pimpinan daerah dengan majelis-majelisnya serta pimpinan-pimpinan organisasi otonom tingkat daerah, sekurang-kurangnya setengah bulan.
2)      Pengajian/kursus mubaligh/mubalighot tingkat daerah sekurang-kurangnya setengah bulan
3)      Korp mubaligh/mubalighot daerah sekurang-kurangnya 10 orang
4)      Kursus kader pimpinan
5)      Sekolah dasar/madrasah menengah/mubalighin, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang dalam daerahnya
6)      Usaha-usaha pertolongan seperti rumah sakit, rawatan-bersalin, pemeliharaan anak yatim dan sebagainya, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh cabang dalam daerahnya
7)      Majelis tarjih daerah
8)      Kantor.
b.      Pengesahan pendirian daerah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul cabang-cabang yang bersangkutan dan dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah yang bersangkutan (ART Pasal 5)

D.    Wilayah
Wilayah, ialah kesatuan daerah-daerah dalam provinsi/daerah tingkat I (AD Pasal 6ayat 4)
a.       Wilayah didirikan oleh pimpinan pusat ditingkat provinsi atau yang setingkat, sekurang-kurangnya meliputi 3 daerah dan telah mempunyai amal usaha nyata guna mewujudkan maksud dan tujuan persyarikatan dalam wilayahnya, sekurang-kurangnya berwujud:
1)      Pengajian/kursus anggota pimpinan wilayah dengan majelis-majelisnya serta pimpinan organisasi otonom tingkat wilayah, sekurang-kurangnya sekali sebulan.
2)      Pengajian/kursus mubaligh/mubalighot tingkat wilayah, sekurang-kurangnya sekali sebulan
3)      Korp mubaligh/mubalighot sekurang-kurangnya 25 orang
4)      Kursus kader pimpinan tingkat wilayah
5)      Sekolah/madrasah menengah atas/tsanawiyah wustha mu’alimin, Madrasah Mubalighin Menengah, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang/daerah dengan wilayahnya.
6)      Usaha-usaha pertolongan seperti rumah sakit, rawatan bersalin, pemeliharaan anak yatim dan sebagainya, baik yang diselenggarakan bersama ataupun oleh sesuatu cabang/daerah dalam wilayahnya.
7)      Majelis Tarjih Wilayah
8)      Kantor.






2.      Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah
Struktur kepemimpinan Muhammadiyah terbagi menjadi kempimpinan vertikal dan horizon
                                                                                          

3.      Struktur kepemimpinan vertikal terdiri dari:
a.      Pimpinan Pusat
1)   Pimpinan pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin persyirikatan seumumnya.
2)   Pimpinan pusat terdiri dari sekurang-kurangnya 9 orang, di pilih dan ditetapkan oleh muktamar untuk masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh tanwir.
3)   Ketua pimpinan pusat dipilih dan ditetapkan oleh muktamar dari antara dan usul anggota pimpinan pusat terpilih.
4)   Apabila dipandang perlu pimpinan pusat dan mengusulkan tambahan anggotanya pada tanwir.
5)   Pimpinan pusat mewakili persyerikatan didalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk sekurang-kurangnya 2 orang anggotanya / pimpinan persyerikatan setempat yang dapat diwakili oleh sebagian anggotanya, untuk bertindak atas nama pimpinan pusat.
6)   Pimpinan Pusat menentukan kebijaksanaan Persyerikatan berdasarkan keputasan Muktamar dan Tanwir, mentanfidzkan keputusan-keputusan Muktamar/Tanwir serta memimpinkan dan mengawasi pelaksaannya.
7)   Untuk melaksanakan tugas kewajibannya, Pimpinan Pusat membuat pedoman dan pembagian tugas wewenang antara anggota Pimpinan Pusat.
8)   Untuk melaksanakan pimpinan sehar-hari, Pimpinan Pusat menetapkan Pimpinan Harian yang terdiri dari Ketua/seorang Wakil Ketua yang ditunjuk, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa anggota diantara Pimpinan Pusat.
9)   Pimpinan Pusat dapat membentuk badan khusus sebagai pembantu yang diserahi penyelenggaraan tugas-tugas khusus.
10) Anggota Pimpinan Pusat atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Pusat.
11) Sambil menunggu keputusan/pengesahan Tanwir, calon tambahan anggota Pimpinan Pusat berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Pusat.
12) Ketua Pimpinan Pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang jabatan, oleh Pimpinan Pusat disusulkan calon penggantinya kepadda Tanwir. Sambil menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat. (point 6 s/d 12; ART pasal 7)

b.      Pimpinan Wilayah
1)      Pimpinan Wilayah memimpin persyarikatan dalam wilayahnya serta melaksanakan pimpinan dari Pimpinan Pusat.
2)      Pimpinan oleh Pimpinan Pusat  untuk masa satu jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah.
3)      Ketua Pimpinan Wilyah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari antara tiga calon yang diusulkan oleh Musyawarah Wilayah, arid an atas usul calon-calon  anggota Pimpinan Wilayah terpilih.
4)      Ketua Pimpinan Wilayah karena jabatannya, menjadi wakil Pimpinan Pusat untuk Wilayahnya.
5)      Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Wilayah, yang kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Pusat. (point 1 s/d 5; AD pasal 9).
6)      a) Pimpinan Wilayah menentukan kebijaksanaan Pusat dan keputusan Musyawarah Wilayah: mentanfidzkan keputusan-keputusan Musyawarah, memimpin dan mengawasi pelaksaannya.
b)   Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/instruksi Pimpinan Pusat dan  Majlis-Majlisnya.
c)   Membimbing dan meningkatkan amal usaha dan kegiatan Daerah dalam Wilayahnya.
d)   Membaca, membimbing, mengintegrassi dan mengkoordinasi Majlis-Majlis dan Organisasi-organisasi Otonom tingkat Wilayah.
7)      Apabila terjadi lowongan Ketua Pimpinan Wilayah, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 9 ayat 3 Anggaran Dasar.
8)      Sambil menunggu ketatapan Pimpinan Pusat, Jabatan Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.
9)      Apabila Ketua Pimpinan Wilayh tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Tanwir, Pimpinan Wilayah menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai penggantinya.
10)  Pimpinan Wilayh sedapat mungkin berkedudukan di IbuKOTA Propinsi, apabila Pimpinan Wilayah tidak berkedudukan di Ibukota Propinsi, maka Ibukota tersebut dibentuk perwakilan Pimpinan Wilayahnya yang tugas dan wewenangnya diatur oleh Pimpinan Wilayah.
11)  Anggota Pimpinan Wilayah atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Wilayahnya.
12)  Sambil menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan Wilayah dan ketetapan Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Wilayah berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Wilayah. (point 6 s/d 12; ART Pasal 8)

c.       Pimpinan Daerah
1)      Pimpinan Daerah memimpin persyarikatan dalam daerahnya serta melaksanakan pimpinan dari Pimpinan diatasnya.
2)      Pimpinan Daerah terdiri dari sekurang-kurangnya Sembilan orang, ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang di pilih dalam Musyawarah Daerah.
3)      Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari anatara tiga calon yang diusulkan oleh Musyawarah Daerah, dari dan atas usul calon-calon anggota Pimpinan Daerah terpilih, dengan memperhatikan pertimbangan Pimpinan Wilayah yang bersangkutan.
4)      Pimpinan Daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya pada Musyawarah Daerah, yang kemudian dimintakan ketetatapan Pimpinan Pusat. (point 1 s/d 4; AD pasal 10)
5)      a)   Pimpinan Daerah menentukan kebijaksanaan Persyarikatan dalam Daerahnya berdasarkan kebijaksanaan Pimpinan Pusat dan keputusan Musyawarah Daerah: menantanfidzkan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya.
b) Memimpinkan dan mengawasi pelaksaan pimpinan/instruksi Pimpina Pusat; Pimpinan Wilayah dan Majlis-Masjlisnya.
c)  Membimbing dan meningkatkan amal usaha da kegiatan Cabang-cabang dalam Daerahnya.
d)   Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi Majlis-Majlis dan Organisasi-organisasi Otonom tingkat Daerah.
6)     Apabila terjadi lowongan Ketua Pimpinan Daerah, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 10 ayat 3 Anggaran Dasar.
7)     Sambil menunggu ketatapan Pimpinan Pusat, Jabatan Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.
8)     Anggota Pimpinan Daerah, atau sekurang-kurangnya anggota Pimpinan Hariannya berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Daerah.
9)     Sambil menunggu keputusan Musyawarah Daerah dan ketetapan Pimpinan Pusat, calon tambahan anggota Pimpinan Daerah berhak menajalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Daerah.


d.      Pimpinan Cabang
1)      Pimpinan cabang memimpin persyarikatan dalam cabangnya serta melaksanakan pimpinan dan pimpinan di atasnya.
2)      Pimpinan Cabang terdiri dari sekurang-kurangnya 9 orang ditetapkan oleh pimpinan wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam musyawarah cabang.
3)      Ketua pimpinan cabang ditetapkan oleh pimpinan wilayah dari antara 3 calon yang diusulkan oleh Musyawarah Cabang, dari dan atas usul calon-calon anggota pimpinan cabang terpilih, dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan daerah yang bersangkutan.
4)      Pimpinan cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya pada musyawarah cabang, yang kemudian diminta ketetapan pimpinan wilayah.
5)      a)  Pimpinan cabang menetukan kebijaksanaan persyarikatan dalam cabangnya berdasarkan kebijaksanaan pimpinan diatasnya dan keputusan musyawarah cabang: mentanfidzkan keputusan-keputusan musyawarah cabang, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya.
b)   Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/intruksi pimpinan pusat: pimpinan wilayah, pimpinan daerah dan majlis-majlisnya.
c) Membimbing dan meningkatkan amal usaha dan kegiatan ranting-ranting dalam cabangnya.
d) Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi bagian-bagiannya dan organisasi-organisasi otonom tingkat cabang.
6)   Apabila terjadi lowongan ketua pimpinan cabang, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 11 ayat 3 anggaran dasar.
7)   Sambil menunggu ketatapan pimpinan wilayah, jabatan ketua pimpinan cabang dijabat oleh salah seorang wakil ketua atas keputusan pimpinan cabang.
8)   Anggota pimpinan cabang atau sekurang-kurangnya anggota pimpinan hariannya berkedudukan di tempat kedudukan pimpinan cabang.
9)   Sambil menunggu keputusan musyawarah cabang dan ketetapan pimpinan wilayah, calon tambah anggota pimpinan cabang berhak menjalankan.
e.       Pimpinan Ranting
1)      Pimpinan ranting memimpin persyarikatan dalam rantingnya serta melaksanakan pimpinan dari pimpinan diatasnya.
2)      Pimpinan ranting terdiri dari sekurang-kurangnya 5 orang, ditetapkan oleh pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih dalam musyawarah ranting.
3)      Ketua pimpinan ranting ditetapkn oleh pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah dari antar nama 3 calon yang diusulkan oleh musyawarah ranting, dari dan atas usul calon-calon anggota pimpinan ranting terpilih dengan memperhatikan pertimbangan pimpinan cabang yang bersangkutan.
4)      Pimpinan ranting dapat mengusulkan tambahan anggitanya pada musyawarah ranting, yang kemudian dimintakan ketetapan pimpinan daerah atas nama pimpinan wilayah.
5)       a. Pimpinan ranting menentukan kebijaksanaan persyarikatan dalam rantingnya berdasarkan kebijaksaan pimpinan diatasnya dan keputusan musyawarah ranting, memimpin dan mengawasi pelaksanaannya.
b.  Memimpinkan dan mengawasi pelaksanaan pimpinan/intruksi pimpinan pusat: pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang dan majlis-majlisnya.
c. Membimbing anggota-anggota dan jama’ah-jama’ah dalam amalan kemasyarakatan dan hidup beragama, meningkatkan kesadaran berorganisasi dan beragama serta menjalurkan aktifitas dalam amal usaha persyarikatan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
d. Membina, membimbing, mengintegrasi dan mengkoordinasi organisasi otonom tingkat ranting.
6)      Apabila terjadi lowongan ketua pimpinan ranting, pengisian penggantinya dilakukan menurut pasal 12 ayat 3 anggaran dasar.
7)      Sambil menunggu ketetapan pimpinan daerah, jabatan ketua pimpinan ranting dijabat oleh salah seorang wakil keua atas keputusan pimpinan ranting.Anggota pimpinan ranting dan ketetapan pimpinan daerah, calon tambahan anggota pimpinan ranting berhak menjalankan tugasnya atas tanggungjawab pimpinan ranting.

4.      Struktur Kepemimpinan Horizontal terdiri atas:
Kepemimpinan Muhammadiyah secara horizontal adalah unsure pembantu pimpinan persyarikatan yang terdiri dari”
a.       Majelis yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas operasional, ditingkat cabang majelis disebut Bagian.
b.      Badan atau Lembaga, yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas staff spesialistik yang bersifat operasional.
c.       Sekretariat Eksekitif, yaitu pembantu pimpinan yang melakukan tugas-tugas penunjang administrative.
Yang termasuk majelis adalah:
-          Majelis Tarjih
-          Majelis Tabligh
-          Majelis Pustaka
-          Majelis pendidikan Dasar dan Menengah
-          Majelis Kebudayaan
-          Majelis Wakaf dan keharta bendaan
-          Majelis Ekonomi
-          Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial
-          Majelis Pembina Kesehatan
Yang termasuk lembaga/Badan:
-          Badan Perencanaan dan Evaluasi (BPE)
-          Badan Pendidikan Kader (BPK)
-          Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
-          Lembaga Pembinaan dan pengawasan Keuangan (LPPK)
-          Lembaga Dakwah Khusus (LDK)
-          Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
-          Lembaga Pengembangan Masyarakat dan Sumberdaya Manusia (LPMSDM)
-          Lembaga Hikmah dan Studi Kemasyarakatan (LHSK)
-          Lembaga Pengkajian dan Pengembangan
-          Lembaga Keadilan Hukum.
Badan atau lembaga di atas pada prinsipnya hanya ada di pusat kecuali, Badan Perencanaan dan Evaluasi dan Lembaga Hikmah dan Studi Kemasyarakatan, dapat diadakan di Wilayah dan Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan (LPPK) dan Badan Pendidikan Kader (BPK) dapat diadakan sampai tingkat daerah.
Unsur-unsur pembantu pimpinan pusat baik yang berupa majelis, badan/lembaga dapat mengalami perubahan-perubahan sesuai kepentingan setiap periode kepemimpinan.


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah melihat pembahasan tentang Muhammadiyah, maka kita  dapati bahwasannya organisasi ini bergerak dalam banyak bidang untuk kegiatan da’wah. Sehingga pada realitanya organisasi ini bisa berpengaruh besar dan tetap eksis di kalangan masyarakat Indonesia.
Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah terus berkembang begitu pesatnya hingga kini. Hal tersebut bisa kita jumpai mulai dari berbagai kajian dari tingkat ranting hingga tingkat pusat, juga adanya berbagai amal usaha, lembaga-lembaga, ortom-ortom yang bernaung di bawah organisasi yang usianya hampir satu abad ini telah menyebar di seluruh pelosok tanah air.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang KH Ahmad Dahlan memilih nama Muhammadiyah  yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

B.     Saran
Diharapkan pembaca dan mahasiswa/ mahasiswi dapat lebih memahami tentang Struktur Organisasi dan Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah. Kami juga menyadari masih ada kekurangan dari isi makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA








1 komentar: