BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berpikir
merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi
dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berpikir kritis merupakan
konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses
belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga membahas
tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari
makna berpikir kritis, karakteristik, model berpikir kritis, metode berpikir
kritis, elemen berpikir kritis, aspek-aspek berpikir kritis, fungsinya dalam
keperawatan, pemecahan masalah dalam berpikir kritis, serta langkah-langkah
pemecahannya, komponen berpikir kritis dalam keperawatan dan cara proses
pemgambilan keputusn berpikir kritis dalam keperawatan itu sendiri.
Proses
berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam
pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita mnjadi lebih
mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan valid, semua
proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Berpikir
kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran
rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk
pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir
kritis juga merupakan suatu teknik berpikir yang melatih kemampuan dalam
mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya
ataupun layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses
berpikir (kognitif) yang mencakup penilian dan analisa secara rasional tentang
semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada kemudian merumuskan
kesimpulan dan mengambil suatu keputusan. Untuk itu berpikir kritis dalam
keperawatan sangatlah penting.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi dan makna berpikir kritis dalam keperawatan
2.
Bagaimana
karakteristik berpikir kritis dalam keperawatan
3.
Seberapa
besar pentingnya prinsip berpikir kritis dalam keperawatan
4.
Apa
saja model berpikir kritis
5.
Bagaimana
metode yang digunakan dalam berpikir kritis
6.
Apa-apa
saja yang terkandung dalam elemen berpkikir kritis
7.
Bagaimana
aspek-aspek berpikir kritis
8.
Apa
saja fungsi berpikir kritis dalam keperawatan
9.
Bagaimana
cara dan langkah-langkah dalam memecahkan masalah di dalam berpikir kritis
10.
Apa
saja komponen berpikir kritis dalam keperawatan
11.
Bagaimana
proses pengambilan keputusan berpikir kritis dalam keperawatan.
C.
Tujuan
1.
Untuk
melengkapi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan
2.
Untuk
mengetahui apa itu beripikir kritis dalam keperawatan
3.
Untuk
mengetahui apa keuntungannya kita melakukan dan mempraktikan berpikir kritis
dalam kehidupan sehari-hari dalam keperawatan
4.
Untuk
mengetahui prinsip berpikir kritis
5.
Untuk
mengetahui peranan berpikir kritis dalam dunia kesehatan
6.
Serta
untuk mengetahui dan bisa memecahkan masalah dalam berpikir kritis.
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
PRINSIP BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
A.
BERFIKIR KRITIS/CRITICAL
THINKING
1.
Definisi
Berpikir merupakan
suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari
suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi,
memilih, menilai, membuat keputusan. Kritein yang berarti to choose,
to decide. Krites
berarti judge. Criterion
(bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan, atau metode. Critical thinking
ditujukan pada situasi, rencana dan bahkan aturan-aturan yang terstandar dan
mendahului dalam pembuatan keputusan (Mz. Kenzie).
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi
situasi, fenomena, pertanyaan atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau
keputusan secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998) berfikir kritis adalah pengujian yang rasional terhadap ide-ide,
pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu,
pernyataan, keyakinan dan aktivitas. Pengujian ini berdasarkan argumen ilmiah,
pengambilan keputusan, dan kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth
(1997), berpikir kritis adalah proses
kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional terhadap
semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan keputusan.
Berpikir kritis
digunakan perawat untuk beberapa argumen :
a.
Mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
b.
Penerapan profesionalisme.
c.
Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam argumen
asuhan keperawatan.
d.
Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat
dalam menuju keberhasilan dalam berbagai aktifitas.
Berpikir kritis juga dapat
dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang
berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang
selain itu juga membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan
yang di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis,
analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam
berpikir kritis.
Freely mengidentifikasi bahwa
berpikir kritis diperlukan guna mengembangkan kemampuan analisa, kritis, dan
ide advokasi. Freely mengidentifikasi bahwa berpikir kritis menggunakan
kemampuan deduktif dan induktif, kemampuan mengambil keputusan yang tepat
didasarkan pada fakta dan keputusan yang dihasilkan melalui berpikir kritis.
Beberapa tahun yang lalu keperawatan
memutuskan bahwa berpikir kritis dalam keperawatan penting untuk
disosialisasikan. Meskipun ada Literatur yang menjelaskan tentang berpikir
kritis tetapi spesifikasi berpikir kritis dalam keperawatan sangat terbatas.
Tahun 1997 & 1998 penelitian menegaskan secara lengkap tentang berpikir
kritis dalam keperawatan.
Kesimpulan dari penelitian
tersebut adalah sebagai berikut :
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Proses berpikir ini dilakukan
sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan
menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk
membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
Keterampilan kognitif yang
digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual,
evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses
perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat menjadi
pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh
dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan
suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasikan atau
melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak tidaknya
suatu gagasan. Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang
mencakup penilaian analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan,
pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
B.
Makna Berpikir Kritis
Ketika seorang
perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka perawat
professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya
kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis dalam
menangani hal tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas
akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk
antar Negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap
tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger
beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural
shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi.
Salah satu contoh
yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa
daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya
dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila
merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan
dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu
pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat
pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/ wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia
(Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka perawat perlu
berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa
menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak
menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya maka
akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock
adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi, ketidakpastian,
kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam budaya yang
berbeda dan tidak dikenal seperti satu mungkin terjadi di argumen asing. Ini
tumbuh dari kesulitan dalam asimilasi budaya baru, menyebabkan kesulitan dalam
mengetahui apa yang sesuai dan apa yang tidak.
Hal ini sering
digabungkan dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau estetika)
dengan aspek-aspek tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
Kemampuan berpikir
kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan
berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah
lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Menurut Halpen (1996),
berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan,
mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir
yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan
semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis
juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa argumen pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung
kepada argumen yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6),
berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi,
yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan
pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada
proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis
yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat
pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan
mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman,
pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan
sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1). Pernyataan tersebut ditegaskan kembali
oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan
berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan
pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga
mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir
kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya yakni
bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir
logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pemikiran kritis menyangkut
pula pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan. Dari pendapat-pendapat
di atas dapat dikatakan bahwa berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar
yakni melakukan proses berpikir nalar (reasoning) yang diikuti dengan
pengambilan keputusan/ pemecahan masalah (deciding/ problem solving). Dengan
demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan yang memadai dalam hal
berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak dapat
melakukan proses berpikir kritis secara benar.
Ada
empat hal
pokok dalam berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu :
1.
Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Perawat
menggunakan bahasa secara verbal maupun nonverbal dalam mengekspresikan idea,
pikiran, informasi, fakta, perasan, keyakinan, dan sikapnya terhadap klien, argumentasi perawat, profesi
lain ataupun secara nonverbal pada saat melakukan pendokumentasian keperawatan.
Dalam hal ini berfikir kritis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara
reflektif.
Lima
macam penggunaan bahasa dalam konteks berfikir kritis :
a.
Memberikan informasi yang dapat diklarifikasi (informative use of language).
b.
Mengekspresikan perasaan dan sikap (expressive use of language).
c.
Melaksanakan perencanan keperawatan atau ide-ide dalam
tindakan keperawatan (directive use of
language).
d.
Mengajukan pertanyaan dalam rangka mencari informasi,
mengekspresikan keraguan dan keheranan (interrogative
use of language).
e.
Mengekspresikan pengandaian (conditional use of language)
2.
Argumentasi dalam keperawatan
Badman
(1988) mengemukakan beberapa pengertian argumentasi terkait dengan konsep
berfikir dalam keperawatan adalah sebagai berikut:
a.
Berhubungan dengan situasi perdebatan atau pertengkaran
(dalam bahasa sehari-hari).
b.
Debat tentang suatu isu.
c.
Upaya untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk
berbuat suatu dalam rangka merubah perilaku sehat.
d.
Berhubungan dengan bentuk penjelasan yang rasional dimana
memerlukan serangkaian alasan perlunya suatu keyakinan dan pengambilan
keputusan atau tindakan.
3.
Pengambilan keputusan
Dalam
praktek keperawatan sehari-hari, perawat selalu dihadapkan pada situasi dimana
harus mengambil keputusan dengan tepat. Hal ini dapat terjadi dalam interaksi
teman sejawat profesi lain dan terutama dalam penyelesaian masalah manajemen di
ruangan.
4.
Penerapan dalam proses keperawatan
a.
Pada tahap pengkajian
Perawat dituntut
untuk dapat mengumpulkan data dan memvalidasinya dengan hasil observasi. Perawat
harus melaksanakan observasi yang dapat dipercaya dan membedakannya dari data
yang tidak sesuai. Hal ini merupakan keterampilan dasar berfikir kritis. Lebih
jauh perawat diharapakan dapat mengelola dan mengkategorikan data yang sesuai
dan diperlukan. Untuk memiliki keterampilan ini, perawat harus memiliki
kemampuan dalam mensintesa dan menggunakan ilmu-ilmu seperti biomedik, ilmu
dasar keperawatan, ilmu perilaku, dan ilmu social.
b.
Perumusan argumen keperawatan
Tahap ini adalah
tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal. Dimana perawat dapat
menentukan masalah yang benar-benar dirasakan klien, berikut argumentasinya
secara rasional. Semakin perawat terlatih untuk berfikir kritis, maka ia akan
semakin tajam dalam menentukan masalah atau diagnose keperawatan klien, baik
diagnose keperawatan yang sifatnya possible, resiko, ataupun actual. Berfikir
kritis memerlukan konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam
perumusan diagnose, karena taksonomi diagnose keperawatan pada dasarnya adalah
suatu konsep (Nanda, 1998).
c.
Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana
keperawatan, perawat menggunakan pengetahuan dan
alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan untuk mengevaluasi asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan keterampilan lain dalam berfikir
kritis, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Untuk hal ini dibutuhkan
kemampuan perawat dalam mensintesa ilmu-ilmu yang dimiliki baik psikologi,
fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat memilih tindakan keperawatan yang tepat
berikut alasannya. Kemudian diperlukan pula keterampilan dalam membuat hipotesa
bahwa tindakan keperawatan yang dipilih akan memecahkan masalah klien dan dapat
mencapai tujuan asuhan keperawatan
d.
Implementasi keperawatan
Pada tahap
ini perawat menerapkan ilmu yang dimiliki terhadap situasi nyata yang
dialami klien. Dalam metode berfikir ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan
adalah keterampilan dalam menguji hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan
tindakan keperawatan merupakan suatu tindakan nyata yang dapat menentukan
apakah perawat dapat berhasil mencapai tujuan atau tidak.
e.
Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini
perawat mengkaji sejauh mana efektifitas tindakan yang telah dilakukan sehingga
dapat mencapai tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar klien. Pada proses
evaluasi, argumen prosedur berfikir kritis sangat memegang peranan penting
karena pada fase ini perawat harus dapat mengambil keputusan apakah semua
kebutuhan dasar klien terpenuhi, apakah diperlukan tindakan modifikasi untuk
memecahkan masalah klien, atau bahkan harus mengulang penilaian terhadap tahap
perumusan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam penerapan pembelajaran
berpikir kritis di pendidikan keperawatan, dapat digunakan tiga model, yaitu : feeling, model, vision model, dan examine
model yaitu sebagai berikut:
a.
Feeling Model
Model ini
menekankan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritis
mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam
melakukan aktifitas keperawatan, dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas
dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk, dan
perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
b.
Vision Model
Model ini
digunakan untuk membangkitkan pola argumen, mengorganisasi dan menerjemahkan
perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan, dan ide tentang
permasalahan perawatan kesehatan klien. Berpikir kritis ini digunakan untuk
mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk
merespon ekspresi.
c.
Examine Model
Model ini
digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, dan visi. Perawat menguji ide
dengan bantuan argumentasi yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari
peran yang tepat untuk analisis, mencari, menguji, melihat, konfirmasi,
kolaborasi, menjelaskan, dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.
Ada empat bentuk argumen
berpikir kritis yaitu : deduktif, induktif, aktivitas informal, aktivitas tiap
hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam tentang defenisi tersebut, argumen
berpikir kritis adalah untuk menganalisis penggunaan bahasa, perumusan masalah,
penjelasan dan ketegasan asumsi, kuatnya bukti-bukti, menilai kesimpulan,
membedakan antara baik dan buruknya argumentasi serta mencari kebenaran fakta
dan nilai dari hasil yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.
C.
Karakteristik Berpikir Kritis
Karakteristik
berpikir kritis adalah :
1. Konseptualisasi
Konseptualisasi
artinya proses intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah
fenomena atau pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang
kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi
merupakan pikiran abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi argumen simbol
dan disimpan dalam otak.
2. Rasional dan beralasan
Artinya argument
yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta
fenomena nyata.
3. Reflektif
Artinya bahwa
seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam berpikir
atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data
dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
4. Bagian dari suatu sikap
Yaitu pemahaman
dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah
sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk argumentasi yang lain.
5. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir
kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan
keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat
dipercaya.
6. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba
untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi benar
dan lebih baik.
7. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis
digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu
pemikiran baru dan argumentasi solusi tindakan yang akan diambil.
Wade (1995)
mengidentifikasi delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
a.
Kegiatan merumuskan pertanyaan
b.
Membatasi permasalahan
c.
Menguji data-data
d.
Menganalisis berbagai pendapat
e.
Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
f.
Menghindari penyederhanaan berlebihan
g.
Mempertimbangkan berbagai interpretasi
h.
Mentolerasi ambiguitas
D.
Model Berfikir Kritis
Sebelum
melanjutkan lebih jauh, kita perlu mencoba untuk menemukan jalan yang membantu
pelajar pemula untuk belajar tentang berpikir kritis dan termasuk perkembangan
model berpikir kritis yang menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi berpikir
yang ditemukan di literature. Costa and Colleagues (1985). Menurut Costa and
Colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
a.
Remembering (Mengingat)
b.
Repeating (Mengulang)
c.
Reasoning (Memberi Alasan/rasional)
d.
Reorganizing (Reorganisasi)
e.
Relating (Berhubungan)
f.
Reflecting (Memantulkan/merenungkan)
Meskipun The Six Rs
sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan. Kemudian
Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan
mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and Creativity,
Knowing How You Think.
Sebelum mempelajari lebih
jauh tentang Model T.H.I.N.K., kita perlu untuk mempelajari asumsi yang
menggarisbawahi pendekatan lima model tersebut. Asumsi berpikir kritis adalah
komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan dan berkerja bersama dengan
keperawatan. Ada beberapa asumsi tentang berpikir kritis, yaitu sebagai
berikut.
Asumsi pertama adalah berpikir,
merasa, dan keahlian mengerjakan seluruh komponen esensial dalam keperawatan
dengan bekerja sama dan saling berhubungan. Berfikir kritis melibatkan pikiran,
perasaan, dan bekerja yang ketiganya merupakan keseluruhan komponen penting
bagi perawat argumentasi yang berkerja bersama-sama berpikir tanpa bekerja
adalah sia-sia, bekerja tanpa perasaan adalah hal yang sangat tidak mungkin,
pengenalan nilai-nilai keterkaitan antara pikiran, perasaan, dan berkerja
merupakan tahap penting dalam memulai praktik argumentasi.
Berpikir tanpa mengerjakan
adalah suatu kesia-siaan. Mengerjakan sesuatu tanpa berpikir adalah
membahayakan. Dan berpikir atau mengerjakan sesuatu tanpa perasaan adalah
sesuatu yang tidak mungkin. Perasaan, diketahui sebagai status afektive yang
mempengaruhi berpikir dan mengerjakan dan harus dipertimbangkan saat belajar
berpikir dan menyimpulkan sesuatu. Pengakuan atas 3 hal (Thinking, Feeling,
and Doing) mengawali langkah praktek professional ke depan.
Asumsi yang kedua mengakui bahwa
berpikir, merasakan, dan mengerjakan tidak bisa dipisahkan dari kenyataan
praktek keperawatan. Hal ini dapat dipelajari dengan mendiskusikan secara
terpisah mengenai ketiga hal tersebut. Meliputi belajar mengidentifikasi,
menilai dan mempercepat kekuatan perkembangan dalam berpikir, merasa dan
mengerjakan sesuai praktek keperawatan.
Berpikir kritis memerlukan
pengetahuan, walaupun pikiran, perasaan, dan bekerja adalah sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam keadaan nyata pada praktek keperawatan, tetapi
dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian untuk proses pembelajaran.
Asumsi yang ketiga bahwa perawat dan
perawat pelajar bukan papan kosong, mereka dalam dunia keperawatan dengan
berbagai macam keahlian berpikir. Model yang membuat berpikir kritis dalam
keperawatan meningkat. Oleh karena itu bukan merupakan suatu kesungguhan yang
asing jika mereka menggunakan model sama yang digunakan setiap hari. Berpikir
kritis dalam keperawatan bukan sesuatu yang asing, karena sebenarnya terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi yang keempat yang mempertinggi
berpikir adalah sengaja berbuat sesuai dengan pikiran dan yang sudah
dipelajari. Berpikir kritis dapat dipelajari melalui bacaan. Para pembaca dapat
belajar bagaimana cara meningkatkan kemampuan berpikirnya.
Asumsi yang kelima bahwa pelajar dan
perawat menemukan kesulitan untuk mengambarkan keahlian mereka berpikir.
Sebagian orang jarang bertanya “bagaimana pelajar dan perawat berpikir”, selalu
yang ditanyakan adalah “apa yang kamu pikirkan”. Berpikir kritis adalah cara
berpikir secara sistematis dan efektif.
Asumsi yang keenam bahwa berpikir
kritis dalam keperawatan merupakan gabungan dari beberapa aktivitas berpikir
yang bersatu dalam konteks situasi dimana berpikir dituangkan. Berpikir kritis
dalam keperawatan adalah campuran dari beberapa aktifitas berpikir yang
berhubungan dengan konteks dan situasi dimana proses berpikir itu terjadi.
1.
Total Recall (T)
Total Recall berarti mengingat fakta atau
mengingat dimana dan bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan.
Data keperawatan bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu pembelajaran di
dalam kelas, informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari
klien atau orang lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument
(darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan
untuk mengakses pengetahuan, dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu
dipelajari dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing individu mempunyai
pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang
mempunyai pengetahuan sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali
dengan pengetahuan yang minimal tetapi kemudian secara pesat meluas seiring
dengan adanya sekolah-sekolah keperawatan.
Contoh
pertanyaan Total Recall:
a.
Berapa nomor telepon STIKIM?
b.
Dimana alamat STIKIM?
c.
Berapa Hemoglobin Tn A 2 jam post operasi?
d.
Berapa Trombosit Tn. B dengan DHF?
Yang perlu dipelajari :
a.
Bagaimana menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat dan
cepat?
b.
Bagaimana data tersebut dapat kita ungkapkan setiap saat?
c.
Berapa banyak data yang bisa kita simpan?
d.
Bagaimana rumus/kunci menghafal untuk meningkatkan memori?
2. Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang
diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa
yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah untuk dilakukan. Manusia selalu
menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan seperti “saya
mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan
karena tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini
terjadi jika proses berpikir sudah berakar dalam diri mereka dalam melihat
sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap
waktu. Contoh : pernahkah kita mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita
ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita pikirkan dan harapkan adalah
supaya kita terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu
kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan. Ketika seseorang menjelang
ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat
jantung (CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter,
dan aktivitas lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami
terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Yang
perlu dipelajari :
a.
Bagaimana sesuatu menjadi sesuatu kebiasaan?
b.
Mengapa suatu aktivitas berguna?
c.
Cara apa yang terbaik untuk mengembangkan kebiasaan?
3. Inquiry/Penyelidikan/menanyakan
keterangan (I)
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam
dan mengajukan pertanyaan yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat
pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan disebut “Mendesak”. Hal ini
meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi
tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang
menyebabkan, keragu-raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya, tidak
ada masalah bagaimana memperlihatkan ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan
untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry,
tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan inquiry.
Inquiry bisa diwujudkan melalui :
a.
Melihat sesuatu (menerima informasi)
b.
Mendapatkan kesimpulan awal
c.
Mengakui keterbatasan pengetahuan yang dimiliki
d.
Mengumpulkan data atau informasi mendekati masalah utama
e.
Membandingkan informasi baru dengan yang sudah diketahui
f.
Menggunakan pertanyaan netral
g.
Menemukan satu atau lebih kesimpulan
h.
Memvalidasi kesimpulan utama dan alternative untuk
mendapatkan informasi lebih banyak lagi.
Contoh :
Pukul 3 pagi, perawat melihat
lampu kamar Tn. X masih menyala. Kemudian perawat mendekati pasien dan
menanyakan “Selamat pagi Tn.X, saya melihat lampu kamar anda masih menyala, apa
yang anda lakukan? Ada yang bisa saya bantu?” Tn. X tersenyum dan menjawab
“saya baik-baik saja.” Perawat mengobservasi dan menemukan tissue di lantai dan
melihat bahwa mata Tn.X merah dan bengkak. Dari kasus
tersebut bisa kita dapatkan kesimpulan sementara (sedikitnya 4 kesimpulan),
yaitu :
a.
Klien baik-baik saja, memang normal klien bangun pada jam
tersebut dan mata klien merah mungkin karena klien menggosok matanya akibat
alergi.
b.
Klien baik-baik saja tetapi tidak bisa tidur siang sebentar
karena rasa bosan. Sehingga mata terlihat merah dan bengkak.
c.
Klien tidak dalam keadaan baik tetapi tidak ingin berbicara
kepada siapapun tentang masalahnya.
d.
Klien dalam keadaan tidak baik tetapi tidak tahu bagaimana
untuk minta bantuan kepada orang lain.
Disini peran perawat adalah
memvalidasi : “Anda bicara kalau anda baik-baik saja, tetapi saya melihat mata
anda merah dan bengkak” Kemudian bandingkan dengan informasi yang diperoleh
teman kita. Yang perlu dipelajari:
Apakah kita mendapat jawaban
yang sebenarnya dari pertanyaan kita? Kapan kita membandingkan jawaban yang
kita peroleh dengan jawaban teman kita apakah ada perbedaan?
4. New Ideas and Creativity (N)
Ide
baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang
khusus bagi individu. Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu
selama hidupnya dan biasanya membentuk kembali norma. Seperti Inquiry, model
ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif merupakan
kebalikan dan akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan
sesuatu seperti biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”. Berpikir kreatif
tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah satu kadang-kadang akan terlihat
bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif menghargai
kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide
baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar
dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat
untuk menjadi cocok, terpadu, dan bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat
mempunyai standart pendekatan untuk menghemat waktu perawatan dan secara
keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu sama
lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya
di atas kursi roda, keluar-masuk ke ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak
pernah berkata kepada seorangpun meskipun perawat mengulangi kata-kata yang
sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
Ketika
dalam komunikasi kita berpikir, kebanyakan orang berpikiran bahwa berbicara
kepada orang lain merupakan cara standar untuk membesarkan hati melalui
komunikasi. Jadi hal tersebut yang sebagian perawat lakukan, kecuali Ella
(contoh). Suatu hari Ella berlutut di depan kursi roda Yudi dan merangkulnya.
Memandang Yudi dan dengan senyum yang lebar mengajaknya bernyanyi. Apa yang
terjadi? Yudi menyanyi. Tidak hanya menyanyi tetapi juga mempunyai suara
seperti penyanyi bangsa Irlandia.
Sekarang
apa yang dapat kita pikirkan dari cerita tersebut? Kebanyakan perawat memahami
komunikasi terapeutik yang mereka pelajari dari buku. Pendekatan verbal untuk
komunikasi terapeutik bisa dilakukan dengan kebanyakan klien. Ella, meskipun
mengembangkan komunikasi dengan cara sentuhan dan menyanyi hal tersebut
kreativitas yang dimiliki yang tidak disebutkan dalam literature.
Yang
perlu dipelajari :
a.
Bagaimana perasaan anda jika mempunyai ide baru atau
kreativitas baru?
b.
Berapa lama dalam sehari anda berkreativitas?
c.
Berapa lama dalam seminggu?
d.
Apa yang membuat berbahaya dari bertindak kreatif?
5. Knowing How You Think/Mengetahui
apa yang kamu fikirkan? (K)
Knowing How You Think merupakan yang
terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari model T.H.I.N.K. yang
berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir
disebut “metacognition”. Meta berarti “diantara atau
pertengahan” dan cognition berarti
“Proses mengetahui”. Jika kita berada di antara proses mengetahui, kita akan
dapat mengetahui bagaimana kita berpikir.
Yang
perlu dipelajari :
b.
Apakah hal ini sulit dilakukan? (untuk semua orang)
c.
Mengapa hal ini sulit untuk dikerjakan?
d.
Satu argumen mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena
ada kosakata special dari akhir analisis yang perlu menggambarkan bagaimana berpikir.
E.
Metode Berfikir Kritis
Freely
mengidentifikasi 7 metode critical
thinking
1.
Debate : metode yang digunakan
untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang beralasan bagi seseorang
atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi
2.
Individual decision : Individu dapat
berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil keputusan
3.
Group discussion : sekelompok
orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing mengemukakan
pendapatnya.
4.
Persuasi : komunikasi yang
berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan nilai-nilai
orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan
adalah dua bentuk persuasi
5.
Propaganda : komunikasi
dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk mempengaruhi
massa pendengar
6.
Coercion : mengancam atau menggunakan
kekuatan dalam berkomunikasi untuk memaksakan suatu kehendak
7.
Kombinasi beberapa metode
F.
Elemen Berfikir Kritis
Berbagai elemen
yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah, keperawatan
serta argumen yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir
kritis.
Elemen berpikir
kritis antara lain:
1.
Menentukan tujuan
2.
Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3.
Menujukan bukti
4.
Menganalisis konsep
5.
Asumsi
Perspektif yang digunakan
selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian Kriteria elemen
terdiri dari kejelasan, ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.
G.
Aspek-Aspek Berfikir Kritis
Kegiatan berpikir
kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku selama
proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat
dilihat dari beberapa aspek:
1.
Relevance
Relevansi
( keterkaitan ) dari pernyataan yang dikemukan.
2.
Importance
Penting tidaknya
isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukaan.
3.
Novelty
Kebaruan dari isi
pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam sikap
menerima adanya ide-ide orang lain.
4.
Outside material
Menggunakan
pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan.
5.
Ambiguity clarified
Mencari penjelasan
atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak jelasan.
6.
Linking ideas
Senantiasa
menghubungkan fakta, argumen pandangan serta mencari data baru dari informasi
yang berhasil dikumpulkan.
7.
Justification
Memberi
bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan
yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai
keuntungan dan kerungian dari suatu situasi atau solusi.
H.
Fungsi Berpikir Kritis dalam Keperawatan
Berikut ini
merupakan fungsi atau manfaat berpikir kritis dalam keperawatan adalah sebagai
berikut :
1)
Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktifitas
keperawatan sehari-hari.
2)
Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam
keperawatan.
3)
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
4)
Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi,
penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan.
5)
Menganalisis argumen dan isu-isu
dalam kesimpulan dan tindakan yang dilakukan.
6)
Menguji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
7)
Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam
keperawatan.
8)
Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data
keperawatan.
9)
Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktifitas
keperawatan.
10) Memberikan argumen alasan
yang relevan terhadap keyakinan dan kesimpulan yang dilakukan.
11) Merumuskan dan
menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam keperawatan.
12) Mencari argumen alasan
argumen, prinsip-prinsip dan aktifitas nilai-nilai keputusan.
13) Mengevaluasi
penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan keperawatan.
I.
Pemecahan Masalah Dalam Berfikir Kritis
Pemecahan masalah
termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk
mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai
kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”.
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa
individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya
dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.
J.
Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
Langkah- langkah Pemecahan Masalah, yaitu:
1.
Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan
masalah yang dihadapi.
2.
Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
3.
Mengolah fakta dan data.
4.
Menentukan beberapa argumentasi pemecahan masalah.
5.
Memilih cara pemecahan dari argumentasi yang dipilih.
6.
Memutuskan tindakan yang akan diambil.
7.
Evaluasi.
K.
Karakter Berpikir Kritis
Berpikir kritis
adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas. Ini dapat diartikan bahwa awal
munculnya kreativitas adalah karena secara kritis kita melihat
fenomena-fenomena yang kita lihat dengar dan rasakan maka akan tampak
permasalahan yang kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif.
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1.
Watak
Seseorang
yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap argumen, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan
pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan
lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang
dianggapnya baik.
2.
Kriteria
Dalam
berpikir kritis harus mempunyai sebuah argumentasi. Untuk sampai argumen sana
maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumentasi
dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai argumentasi
yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi harus berdasarkan
kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel,
teliti, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan
yang matang.
3.
Argumen
Argumen
merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau berdasarkan
data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal sepertikegiatan
pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumentasi.
4.
Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu
kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya
akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5.
Sudut pandang
Sudut
pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan
konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah
fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6.
Prosedur Penerapan Kriteria
Prosedur
penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan argumentasi. Prosedur tersebut
akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil.
Langkah-langkah dalam
berpikir kritis, yaitu:
a.
Mengenali masalah (defining and clarifying problem)
meliputi mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok, membandingkan
kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih informasi yang relevan, merumuskan
masalah.
b.
Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi
fakta maupun opini, mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali
kemungkinan emosi maupun salah penafsiran kalimat, mengenali kemungkinan
perbedaan orientasi nilai dan argumen.
c.
Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi
mengenali data-data yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin
terjadi dari keputusan/ pemecahan masalah/ kesimpulan
yang diambil.
L.
KOMPONEN
BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN
1.
Pengetahuan dasar yang spesifik
2.
Pengalaman dalam keperawatan
3.
Kompetensi berpikir kritis
a.
Kompetensi umum
b.
Kompetensi spesifik dalam praktik klinik
c.
Kompetensi spesifik dalam keperawatan
4.
Sikap-sikap dalam berpikir kritis
a.
Mandiri
b.
Rendah hati
c.
Berani mengambil resiko
d.
Keutuhan (jujur, adil, disiplin, kreatif, percaya diri,
rasa ingin tahu, bertanggung jawab)
e.
Tekun
f.
Empati
g.
Tanpa prasangka
h.
Eksplorasi pikiran dan perasaan
5.
Standar/ karakteristik berpikir kritis
a.
Standar Intelektual
·
Rasional (jelas, relevan, masuk akal, logis)
·
Reflektif (tepat, akurat, konsisten)
·
Menyelidik (luas, spesifik)
·
Otonomi berpikir
·
Terbuka (adekuat, adil)
·
Megevaluasi (lengkap)
·
kreatif
b.
Standar profesional
·
Kode etik perawat indonesia
·
Standar praktik profesional
·
Standar kinerja profesional
M.
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERFIKIR KRITIS DALAM
KEPERAWATAN
Keputusan dalam penyelesaian
masalah adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam
asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses
pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk
meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua
tingkatan posis iklinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan
mengambi lkeputusan yang efektif, baik sebaga ipelaksana/staf maupun sebagai
pemimpin.
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan bukan
merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah dan proses pengambilan
keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan
dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapa iantujuan dengan
menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Tidak semua
pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan
keputusan :
1.
Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara
kebetulan.
2.
Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi
harus berdasarkan pada sistematika tertentu :
a.
Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang
akan diambil.
b.
Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c.
Falsafah yang dianut organisasi.
d.
Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan
mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
3.
Masalah harus diketahui dengan jelas.
4.
Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang
terkumpul dengan sistematis.
5.
Keputusan yang baik adalah keputusanyang telah dipilih dari
berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berpikir kritis
adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi berpikir kritis
adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah ke sasaran yang membantu individu
membuat penilaian berdasarkan kata bukan pikiran.
Berpikir kritis
dalam keperawatan adalah komersial untuk keperawatan profesional karena cara
berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
B.
Saran
Untuk memahami
secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan kita harus mengembangkan
pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam berpikir kita dapat
mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta menganalisis
pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat
hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan
pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
http://rhanoanakke3.blogspot.com/2012/11/konsep-berfikir-kritis.html
Maryam, Siti R.2008.Buku Ajar Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan.Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar