BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Etika adalah aturan
bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau komunitas.
Aturan bertindak ini ditentukan oleh setiap kelompok masyarakat, dan biasanya
bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, serta tidak tertulis.
Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu masyarakat
dalam suatu masyarakat atau Negara yang ditentukan atau dibuat oleh para
pemegang otoritas atau pemerintahan Negara, dan tertulis. Baik etika maupun hukum
dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya kehidupan
masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua anggota
masyarakatnya yang harus mematuhi etika dan hukum ini. Bagi pelanggar etika
sanksinya adalah “moral” sedangkan bagi pelanggar hukum, sanksinya adalah
hukuman.(soekidjo,2010).
Petugas
kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika dan hokum
kesehatan. Dan tenaga kesehatan dalam hal ini perawat, diharapkan meningkatkan hard skill dan soft skill guna menuju perawat professional yang mampu memberi
asuhan keperawatan secara optimal. Profesionalisme perawat didukung oleh
pemahaman dan aplikasi yang baik dari ilmu-ilmu kesehatan, etika keperawatan,
kemampuan imdividu tersebut dalam keperawatan.
Perawat
dalam pengabdianya senantiasa berpedoman kepada tanggung jawab yang pangkal
tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan akan perawatan individu, keluarga dan
masyarakat. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang keperawatan
dituntut senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari orang seorang
keluarga dan masyarakat.
Sebagai tenaga perawat kesehatan, perawat memiliki tanggung
jawab terhadap klien. Di dunia kesehatan,terdapat banyak prosedur dan tindakan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien
untuk meningkatan derajat kesehatannya. Sebagian besar tindakan kesehatan
tersebut kemungkinan menimbulkan beberapa resiko bagi pasien, antara lain
perubahan dalam kondisi biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual
(Komalawati, 2002).
Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sumber daya
manusia, dan lajunya arus informasi serta kondisi akan mahalnya biaya pelayanan kesehatan, ikut mendorong
berubahnya sifat pelayanan kesehatan yang semula bersifat paternalistik
(Komalawati, 2002 ).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas
mengenai informend consent dan
Akuntabilitas legal dalam praktek keperawatan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan informend
consent ?
2. Bagaimana
pelaksanaan informend consent dalam
pelaksanaan praktek keperawatan?
3. Apa saja
aturan legal yang mengatur praktek keperawatan?
4. Apa
pedoman untuk menghindari masalah dalam
Malpraktik keperawatan?
5. Bagaimana
hubungan perawat, dokter, keluarga, institusi dalam pelayanan kesehatan?
1.3 Tujuan
adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan informend consent.
2. Untuk
mengetahui bagaiman tata laksana informend
consent dalam praktek keperawatan.
3. Untuk
memahami aturan-aturan legal yang terkait dengan praktek keperawatan.
4. Untuk
mengetahui dan menghindari Malpraktik keperawatan.
5. Untuk
mengetahui bagaimana hubungan perawat, dokter, keluarga, institusi dalam
pelayanan kesehatan.
1.4 Manfaat
Manfaat
dalam pelaksanaan informed consent memiliki beberapa kegunaan,antara lain:
1. Sebagai
masukan bagi profesi keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan meningkatkan mutu pelayanan
dengan cara memberikan informed consent pada pasien sebelum menjalani tindakan
operasi.
2. Memberikan
masukan kepada perawat tentang
pentingnya memberikan informed consent pada pasien dan
keluarga untuk mengambil suatu keputusan yang tepat sebelum menjalani tindakan
operasi.
3. Sebagai
saran bagi rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta pelaksanaan informed consent pada pasien pra bedah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian informed
consent
latar belakang diperlukannya informed
consent adalah karena tindakan medic yang dilakukan tenaga kesehatan,
hasilnya penuh dengan ketidakpastian dan unpredictable
(tidak dapat diperhitungkan secara matematik). Sebab dipengaruhi oleh
factor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan seperti, perdaha ataupun
shock.
Sehingga persetujuan pasien
bagi setiap tindakan medic menjadi mutlak diperlukan, kecuali dalam keadaan emergency. Persetujuan tersebut dikenal
dengan informed consent. istilah consent adalah dari bahasa latin yaitu consensio. Kemudian di dalam bahasa
inggris menjadi consent yang berarti pesetujuan izin, member izin,
kepada seseorang untuk melakukan sesuatu.
Jadi sebelum tercapainya
suatu consent, kepada pasien atau
keluarganya harus diberikan informasi lebih dahulu mengenai beberapa hal dari tindakan medic yang akan dilakukan.
Kesadaran hukum pasien semakin meningkat, pasien sadar akan hak dan kewajibannya
dalam arti bahwa pemberian persetujuan tanpa mengetahui tentang apa yang akan
dilaksanakan atas dirinya adalah bertentangan dengan arti dari consent itu.
Apakah informed consent ?
1.
Persetujuan yang diberikan pasien atau
walinya yang berhak terhadap perawat, untuk melakukan suatu tindakan
keperawatan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami
mengenai tindakan yang akan dilakukan.
2.
informed consent merupakan suatu
proses.
3.
informed consent bukan hanya suatu
formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi.
4.
Merupakan dialog
antara perawat dengan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk
birokratisasi penandatanganan formulir.
5.
informed consent berarti penyataan
kesediaan atau penyataan penolakan setelah mendapat informasi secukupnya
sehingga yang di beri informasi cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan
yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan.
6.
Berperan dalam
mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada
intinya adalah perawat harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
Menurut Culver dan Gert, ada empat komponen yang juga harus dipahami pada
suatu informed consent atau persetujuan:
1. Sukarela (voluntariness)
Sukarela mengandung arti bahwa pilihan yang
dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsure paksaan didasari informasi dan
kompetensi. Sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsure informasi yang
diberikan sejelas-jelasnya.
2. Informasi (information)
Jika pasien tidak tahu, sulit untuk dapat
mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa
informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan yang tepat .
3. Kompetensi (competence)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu
pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan
dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.
4. Keputusan (decision )
Pengambilan keputusan
merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan
keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan
penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah Karena
pasien kurang kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan, beritahulah juga
prosedur tindakan dan buatlah senyaman mungkin.
Dasar
hukum informed consent
1. Pasal 53 UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan menetapakan sebagai
berikut:
a.
Ayat 2, tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.
b.
Ayat 4, ketentuan mengenai standar
profesi dan hak pasien sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2)tentang kesehatan.
c.
Ayat 2, standar profesi adalah pedoman
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
2. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun
1981, PP No.1981.
3. informed consent yang kukuhkan menjadi lembaga
hukum, yaitu dengan diundangkannya peraturan menteri kesehatan No. 585 tahun
1989 tentang persetujuan tindak medic.
informed consent mengandung beberapa segi hukum:
1. penyataan dalam informed consent menyatakan
kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan perawat dan formulir persetujuan
itu di tandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak
saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh satu pihak.
2. informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakanya tuntutan di muka pengadilan
atau membebaskan rumah sakit atau tempat praktek terhadap tanggung jawabnya apabila
adanya kelalaian. Ia hanya dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin
atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
3. Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi
segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan
tidak menjadi tanggung jawab perawat. Rumusan tersebut secara hukum tidak
mempunyai kekuatan hukum mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari
tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Syarat
sahnya perjanjian atau consent adalah
:
1. Adanya kata sepakat
Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun
kekeliruan. Dalam hal penjanjian antara perawat dan pasien kata sepakat harus
diperoleh dari pihak kesehatan dan pasien setelah terlebih dahulu memberikan
informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan
Kecakapan disini artinya
bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu
melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Apabila pasien seorang anak,
maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya.
3. Suatu hal tertentu
Objek dalam persetujuan
antara perawat dan pasien harus disebutkan secara terperinci. Misalnya, dalam
persetujuan harus ditulis dengan jelas identitas pasien kemudian yang terpenting harus terlampir
identitas yang memberikan persetujuan.
4. Suatu sebab yang halal
Maksunya adalah isi
persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib,
kesusilaan, norma dan hukum.
Manfaat penjelasan informed
consent
Hasil penelitian menunjukkan seorang
partisipan mengatakan manfaat penjelasan
informed
consent adalah memberikan keyakinan kepada pasien bahwa supaya pasien
tahu
prosedurnya membahayakan atau tidak.Partisipan mengemukakan bahwa manfaat
penjelasan
informed consent adalah mendapatkan informasi tentang penyakitnya.
Partisipan
lainnya mengemukakan manfaat penjelasan informed consent adalah
mengetahui
hal - hal yang perlu dipersiapkan.
Partisipan menyatakan bahwa manfaat
informed consent adalah supaya pasien tahu
prosedur
penanganan penyakitnya bisa membahayakan atau tidak, serta mendapatkan
informasi
tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum operasi. Hal ini agak berbeda
dengan
tinjauan teori yang menjelaskan tujuan informed consent adalah untuk memberikan
perlindungan
pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara
medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya
dan juga untuk memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu
kegagalan
dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa resiko dan pada
setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko (inherent risk). (J. Guwandi, 2004)
Penanggung jawab Informed
Consent
Hasil penelitian menunjukkan seorang
partisipan mengatakan bahwa penanggung jawab
informed
consent adalah dokter bedahnya yang mempertanggung jawabkan hasil
tindakannya.
Partisipan lain mengatakan penanggung jawab informed consent adalah
operator
dalam melakukan tindakan operasi.Pemberian penjelasan kepada pasien
sebelum
penandatanganan informed consent adalah tanggung jawab dokter dan hal ini
tidak
dapat didelegasikan kepada perawat. Perawat tidak berwenang dalam memberikan
informasi
karena memberikan informasi mengenai suatu tindakan medik (operasi)
termasuk
medical care (bidang pengobatan) hanya dapat dilakukan oleh dokternya
sendiri.
Perawat tidak diperbolehkan memberikan informasi mengenai suatu tindakan
medik
meskipun pasien yang memintanya. Perawat menjelaskan kepada pasien bahwa hal
tersebut
adalah wewenang dokter untuk menjelaskan. (J. Guwandi, 2004)
Hak – hak pasien dalam informed
consent
Hasil penelitian menunjukkan seorang
partisipan mengatakan hak – hak pasien dalam
informed
consent adalah mendapat informasi, menerima ganti rugi bila merasa dirugikan,
menolak
pengobatan.Partisipan lain mengatakan bahwa hak – hak pasien dalam informed
consent
adalah menerima maupun menolak persetujuan.
Konsumen
pelayanan kesehatan mempunyai hak umum untuk menentukan jenis
pelayanan
kesehatan dan harus bersedia untuk kebutuhan saat ini dan saat yang akan
datang.
(http://klinikandalas.wordpress.com/2008/04/25/menentukan-kehamilan-pascaoperasi-
caesar-dan-informed-concent,
2008)
Perilaku perawat dalam pemberian informed consent
1. Peran
sebagai Advocate
Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan
berpendapat bahwa perannya sebagai
advocate
adalah melindungi pasien terhadap tindakan malpraktik dokter.
Partisipan
lain berpendapat bahwa peran perawat sebagai advocate adalah sebagai
pembela
dan pelindung terhadap hak-hak pasien.
Peran advokasi dilakukan perawat dalam
membantu pasien dan keluarga dalam
menginterpretasi
berbagai informasi dari pemberi layanan atau informasi lain khususnya
dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap
pasien
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang
meliputi
hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
(M.
Dwidiyanti, 2007)
2. Peran
sebagai Counsellor
Partisipan berpendapat bahwa perannya
sebagai counsellor adalah mengatasi tekanan
psikologis
dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam
mengurangi
kecemasan pasien. Konseling adalah proses membantu pasien untuk
menyadari
dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial, untuk membangun
hubungan
interpersonal yang baik, dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang
dimana
didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. (Mubarak dan Nur
Chayatin,
2009) Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan partisipan melalui perannya
sebagai
counsellor sebagaimana yang terungkap diatas.
Partisipan lainnya berpendapat bahwa
peran perawat sebagai advocate adalah menggali
respon
pasien dan mengklarifikasi informasi yang pasien belum mengerti serta
memberikan
motivasi dalam mengambil keputusan.
3. Peran
sebagai consultant
Hasil penelitian menunjukkan partisipan
memperhatikan hak pasien dalam menentukan
alternatif
baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik serta memposisikan
dirinya
sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan suatu permasalahan. Perawat
berperan
sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau
mendiskusikan
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. (Mubarak dan Nur
Chayatin,
2009)
B. AKUNTABILITAS
LEGAL
Akuntabilitas adalah tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab kepada klien diri
sendiri dan profesi serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan.
Dalam praktik keperawatan, seorang perawat harus memiliki legalitas dalam
melakukan perawatan. Legalitas ini diperlukan untuk melindungi hak pasien dan
hak perawat itu sendiri.
Legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum dan undang-undang. Perawat perlu tahu tentang
hukum yang mengatur prakteknya untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan
tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Selain
itu, legal praktik keperawatan juga melindungi perawat dari liabilitas.
Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut dengan perikatan atau
perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu dengan orang lain. Hukum
perikatan diatur dalam UU hukum perdata pasal 1239:
“ semua
perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama
tersebut, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termakjub dalam bab ini dan
bab yang lalu”.
Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan.
Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja. Kontrak
P-PS digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak yang bekerja sama.
Untuk lebih lengkapnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan legal praktik keperawatan
professional dibahas dengan yang berkaitan dengan pertanggunggugatan.
Berikut ini akan diuraikan mengenai apa saja legalitas yang harus penuhi
oleh seorang perawat dalam praktik keperawatan.
1. Kredensial praktik keperawatan
kredensial merupakan proses untuk menentukan dan
mempertahankan kompetensi keperawatan. Proses kredesial merupakan salah satu
cara profesi keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas
persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi pemberian izin praktik
(lisensi), registrasi (pendaftaran), pemberian sertifikat (sertifikasi), dan
akredetasi. ( kozier erb, 2000).
2. Izin pratik dan registrasi
Izin praktik keperawatan pada
dasarnya bukan merupakan topic baru bagi para perawat Indonesia. Para ahli
antusias dalam mengembangkan kualitas dan praktik keperawatan telah pula
memberikan pikiran sehingga sekarang undang-undang keperawatan pun di sahkan.
3. Registrasi
Registrasi merupakan
pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik
pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan
memakai sebutan registered nurse.
4. Sertikasi
Sertifikasi merupakan peoses
pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi
praktik pada area spesialisasi
tertentu seperti kesehatan ibu dan anak.
5. Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu
proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi, program
atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintahan tertentu.
Hal-hal yang diukur meliputi struktur, proses dan criteria hasil.
Menghindari
liabilitas Malpraktik
Anda dapat mengambil langkah untuk
menghindari liabilitas perdata dengan bersikap waspada dan menggunakan akal
sehat serta memppertahankan kesadaran yang tinggi terhadap tanggung jawab hukum
anda. Ikuti pedoman yang dijelaskan berikut:
a.
Ketahui kekuatan dan kelemahan anda
Jangan menerima tanggung jawab untuk hal-hal yang tidak pernah anda
persiapakan. Misalnya, bila anda sudah lama tidak berdinas di unit pediatric,
menerima suatu tugas di unit tersebut sebelum diorientasi hanya akan menambah
kemungkinan anda melakukan kesalahan mengklaim bahwa anda tidak mengenal baik
prosedur di unit tersebut tidak akan melindungi anda dari liabilitas.
b.
Delegasikan dengan cermat
Perhatikan baik-baik setiap kali anda mendelegasi tugas sebagai seorang penyelia
karena anda dapat dituntut lali dalam mengawasi tindakan anda.
c.
Melaksanakan perintah dengan waspada
Jangan pernah member atau melakukan suatu tindakan terhadap pasien tanpa
perintah dari dokter. Jangan meresepkan atau menyerahkan obat apapun tanpa
wewenang. Pada beberapa kasus hanya dokter dan ahli farmasi yang dapat secara
sah melakukan fungsi-fungsi ini.
d.
Memberi obat-obatan dengan cermat
Kesalahan dalam pemberian obat
adalah kesalahan yang berpotebsi paling besar menimbulkan bahaya dalam keperawatan.
Kesalahan dalam pemberian dosis, identifikasi pasien atau penilihan obat
perawat telah menyebabkan kebutaan, kerusakan otak, henti jantung, dan
kematian.
e.
Membina hubungan baik dengan pasien
Upayakan tetap tenang bila pasien atau keluarganya tidak kooperatif.
Pasien harus diberi tahu kebenaran tentang hasil akhir yang merugikan tetapi
informasi ini harus di komunikasikan dengan bijaksana.
f.
Jangan memberi pendapat
Hindari member pendapat ketika pasien menyatakan pendapat anda tentang masalah
yang dialaminya kakena anda bisa dituduhkan membuat diagnosis medis karena
melakukan praktik keperawtan tanpa ijin. Jangan member informasi secara
sukarela tentang kondisi pasien atau kemungkinan yang dapat dipilihnya.
g.
Baca sebelum anda tanda tangan
Jangan pernah membubuhkan nama anda sebagai sanksi sebelum anda
benar-benar mengerti apa yang anda tanda tangan. Tanda tangan anda sebagai
sanksi biasanya hanya menunjukan bahwa anda mengakui melihat individu yang anda
kenal dengan nama tertentu.
h.
Mendokumentasi asuhan dengan akurat
Gunakan laporan insiden untuk mengenali dan melaporkan setiap
kecalakaan, kesalahan, atau cedera pada pasien.
i.
Mematuhi hukum advance directives
Dalam memberi informasi yang diperlukan ikuti kebijakan dan prosedur
yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan. Sebagai seorang pemberi
pelayanan tersebut anda juga harus mengetahui hokum masing-masing Negara yang
mengatur advance directive.
j.
Siaga ketika membantu menjalankan
prosedur
k.
Ikuti kebijakan dan prosedur fasilitas
kesehatan
l.
Sediakan lingkungan yang aman.
Hubungan
antara Perawat, Dokter dan Pasien
Hubungan
Dokter - Pasien
- Pandangan pasien tentang sakit berbeda dengan pandangan dokter
- Pandangan yang sama adalah semua berupaya untuk kesembuhan
- Tindakan dokter diatur oleh UU, etika profesi, dll menurut standar medis
Menurut
Mechanic, dokter punya 2 peranan:
1. Sebagai orang berpengetahuan (ahli)
2. Sebagai orang berfigur baik dan akrab
Pasien hanya mampu mengevaluasi dokter dari peranan yang kedua.
Menurut Szazs & Molander hubungan Dokter-Pasien ada 3 tipe:
1. Hubungan Aktif-Pasif
2. Hubungan Pemberi petunjuk-kooperatif
3. Hubungan Partisipatif
1. Sebagai orang berpengetahuan (ahli)
2. Sebagai orang berfigur baik dan akrab
Pasien hanya mampu mengevaluasi dokter dari peranan yang kedua.
Menurut Szazs & Molander hubungan Dokter-Pasien ada 3 tipe:
1. Hubungan Aktif-Pasif
2. Hubungan Pemberi petunjuk-kooperatif
3. Hubungan Partisipatif
- Pada praktek yang tidak stabil timbul kecenderungan si pasien memberikan petunjuk dan dokter menurutinya (Friedson)
- Karena takut kehilangan status dan penghasilan, dokter seringkali mengikuti keinginan pasien (Duff & Hollingshead)
Masalah-masalah
Dalam Hubungan Dokter - Pasien
- Hak Istimewa Dokter
- Masalah Ketidakpastian
- Masalah Bukan Penyakit dan Bukan Masalah Medis
- Masalah Komunikasi
- Masalah Tidak adanya kerjasama
- Masalah Tidak Adanya Kerjasama dengan Pasien
- Pasien mengabaikan pentingnya dimensi waktu dalam pengobatan
- Penyakit sebagai fenomena sosial bukan individu
- Masalah-masalah yang dikeluhkan pasien:
- Tempat pemberi pelayanan kesehatan
- Informasi
Menurut
Kleinman masalah di atas dapat diselesaikan dengan metode ilmu sosial dengan
tahap-tahap:
1. Explanatory Model
2. Masalah-masalah akibat medis
Dua hal yang positif menimbulkan kerjasama:
1. Explanatory Model
2. Masalah-masalah akibat medis
Dua hal yang positif menimbulkan kerjasama:
- Memberikan informasi/pendidikan kesehatan
- Memonitor pasien terus-menerus
3.
Melakukan negosiasi
Hubungan Dokter - Perawat
1. Menurut Benne & Bennis ada 3 dilema dalam area perawatan:
Hubungan Dokter - Perawat
1. Menurut Benne & Bennis ada 3 dilema dalam area perawatan:
- Frustasi Perawat yang disebabkan oleh perbedaan persepsi
- Permasalahan hubungan dokter-perawat
- Masalah profesi
2.
Menurut Suchman perawat ideal ditandai oleh:
- Perasaan intim terhadap pasien
- Bersikap feminim
- Memberikan perlindungan terhadap pasien
- Dalam kenyataan penggunaan perawat lebih bersifat ekonomis dan seringkali lebih dibebani tugas administratif
- Hubungan dokter-perawat adalah hubungan salah pengertian
- Menurut Barbara Bates, dokter menganggap perawat dan petugas kesehatan lain bekerja untuk dokter bukan untuk pasien sehingga perawat adalah pembantunya dan bukan teman sekerja.
- Bertambahnya jumlah perawat dan adanya pendidikan tinggi di bidang keperawatan mendorong berkembangnya profesionalisme dan hubungan kemitraan antara dokter-perawat maupun petugas kesehatan lainnya.
Hubungan
perawat dan pasien dalam konteks etis
- Menurut Husted dan Husted, 1990 :
- Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu
- Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai tujuan tertentu.
- Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien
- Konteks hubungan perawat dan pasien
- Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat dapat berperan Sebagai konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya.
- Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua (terutama pada pasien anak), saudara kandung, atau teman bagi pasien dalam ungkapan perasaan-perasaannya.
- Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, maka setiap hubungan harus didahului dengan kontrak dan kesepakatan bersama,
- pasien mempunyai peran sebagai pasien dan perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan
- Kesepakatan ini menjadi parameter bagi perawat dalam menentukan setiap tindakan etis.
Hubungan Kerja Perawat Dengan Institusi Tempat Perawat
Bekerja
Penumpukkan konflik nilai dalam pelaksanaan
pekerjaannya setiap hari, lambat laun akan terjadi :
1. Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerja dengan institusi selaku pemberi kebijakan.
2. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabya.
3. Menurunnya kinerja.
Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat bekerja, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekedar mencari uang, tapi juga perlu hati yang ikhlas.
2. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat memenuhi kebutuhan lahir dan batin.
3. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
4. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat kerja.
5. Menjalin kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai IPTEK.
Purtillo dan Cassek (1981) menyarankan 4 langkah proses pengambilan keputusan, yaitu :
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan
2. Mengidentifikasi dilemma
3. Memutuskan apa yang harus dilakukan
4. Melengkapi tindakan.
1. Buruknya komunikasi antara perawat sebagai pekerja dengan institusi selaku pemberi kebijakan.
2. Tumbuhnya sifat masa bodoh terhadap tugas yang merupakan tanggung jawabya.
3. Menurunnya kinerja.
Agar dapat terbina hubungan kerja yang baik antara perawat dengan institusi tempat bekerja, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlu ditanamkan dalam diri perawat bahwa bekerja itu tidak sekedar mencari uang, tapi juga perlu hati yang ikhlas.
2. Bekerja juga merupakan ibadah, yang berarti bahwa hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab akan dapat memenuhi kebutuhan lahir dan batin.
3. Tidak semua keinginan individu perawat akan pekerjaan dan tugasnya dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan nilai-nilai yang ia miliki.
4. Upayakan untuk memperkecil terjadinya konflik nilai dalam melaksanakan tugas keperawatan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tempat kerja.
5. Menjalin kerjasama dengan baik dan dapat memberikan kepercayaan kepada pemberi kebijakan bahwa tugas dan tanggung jawab keperawatan selalu mengalami perubahan sesuai IPTEK.
Purtillo dan Cassek (1981) menyarankan 4 langkah proses pengambilan keputusan, yaitu :
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan
2. Mengidentifikasi dilemma
3. Memutuskan apa yang harus dilakukan
4. Melengkapi tindakan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
pengertian informed
consent adalah suatu surat atau lembar persetujuan yang diberikan
pada saat sebelum operasi dan ditanda tangani oleh pasien atau
keluarga yang merupakan pengesahan dari mereka untuk dilakukan tindakan medik
kepadanya. Penanggung jawabnya adalah dokter, sebagai operator yang melakukan
tindakan medic atau operasi. Sedangkan yang menjadi hak – hak pasien yang
berkaitan dengan informed consent adalah mendapat informasi, menerima ganti
rugi bila merasa dirugikan, memilih dokter dan perawat, mendapatkan pengobatan,
serta menolak persetujuan tindakan.
Pernyataan perawat
tentang informed consent tersebut menggambarkan bahwa informed
consent sudah dikenal dan diketahui oleh perawat. Sikap perawat
dalam melaksanakan peran advocate, counsellor dan consultant dalam pengajuan
informed consent belum sepenuhnya sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat
masih melaksanakan tugastugas yang bukan kewenangannya, seperti memberikan
informasi mengenai suatu tindakan medik (operasi), memintakan tanda tangan di
lembar informed consent padahal pasien belum mengerti informasi yang
disampaikan dokter terkait tindakan medik yang akan diterima pasien dan
membiarkan pasien menjalani tindakan medik (operasi) meskipun dokter belum
menanda tangani lembar informed consent.
C. SARAN
Bagi perawat di Rumah
Sakit diharapkan mempelajari kembali mengenai peran-perannya
melalui
kegiatan seminar ataupun pelatihan demi meningkatkan pengetahuan,pemahaman dan
kesiapan perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain terutama dokter sebagai
mitra kerja dalam pengajuan informed consent. Bagi Rumah Sakit Umum Pemangkat
diharapkan dapat menerbitkan prosedur tetap (protap) pelaksanaan pengajuan informed
consent sehingga masing-masing petugas kesehatan menjalankan tugas sesuai dengan
fungsi dan perannya demi memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, denidya. 2013. Buku pintar perawat professional teori
dan praktik.Yogyakarta :mantra books
Hanifiah, jusuf dan amri. 2007. Etika kedokteran dan hokum
kesehatan. Jakarta: EGC.
Helm, ann. 2005. Malpraktik keperawatan. Jakarta: EGC
Notoatnodjo, soekidjo. 2010. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta:
Rineka cipta.
Wahyuningsi, heni puji. 2009. Etika profesi kebidanan. Yogyakarta:
fitramaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar